Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

27 August 2023

•

By: MAPID

Open Project

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

Pendahuluan

Akhir-akhir ini, salah satu berita yang sedang diperbincangkan adalah terkait dengan launching-nya Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Bagaimana tidak? Banyak masyarakat Indonesia berbondong-bondong untuk menjadi tester pertama kali dari kereta tersebut. Menariknya, tidak hanya aspek infrastruktur yang menjadi salah satu peran penting hadirnya KCJB ini, tetapi aspek lain juga terlibat sebagai dampak dari hadirnya proyek mega tersebut. Salah satunya adalah aspek spasial yang juga memainkan peran dalam mempengaruhi perkembangan wilayah sekitar stasiun KCJB. Aspek spasial mencakup perencanaan tata ruang, penggunaan lahan, dan keterhubungan antara stasiun kereta cepat dengan wilayah sekitarnya. 

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

Seiring dengan peluncuran KCJB, wilayah di sekitar stasiun kereta cepat menjadi fokus utama perhatian karena potensi pengembangan dan pertumbuhan yang besar. Perencanaan spasial yang tepat akan menjadi kunci untuk memastikan wilayah-wilayah tersebut berkembang secara berkelanjutan dan efisien. Dalam konteks peluncuran KCJB, konsep Transit Oriented Development (TOD) menjadi sebuah tools yang relevan untuk mengatasi tantangan perkembangan wilayah sekitar stasiun kereta cepat. Penerapan konsep TOD akan memastikan pengembangan wilayah yang terintegrasi, berkelanjutan, dan berorientasi pada aksesibilitas transportasi publik.

"Konsep TOD dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan di sekitar stasiun kereta cepat."

Salah satu cara konsep TOD dapat menjawab permasalahan tersebut adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan di sekitar stasiun kereta cepat. Dengan merencanakan penggunaan lahan yang efisien, wilayah-wilayah TOD dapat mengefektifkan ruang serta lahan dan memaksimalkan potensi pengembangan kawasan. Selain itu, konsep TOD juga menekankan pentingnya mengintegrasikan sarana transportasi publik dengan pengembangan wilayah. Fasilitas pejalan kaki, jalur sepeda, dan transportasi lainnya akan direncanakan dengan baik untuk memastikan konektivitas yang baik antara stasiun kereta cepat dengan berbagai fasilitas umum dan pusat-pusat kegiatan.

Dalam tulisan ini, konsep TOD akan diimplementasikan untuk melihat seberapa besar pemanfaatan area publik di sekitar stasiun utama, yakni Stasiun Halim sebagai area transit pengguna KCJB nantinya. Harapannya, dengan menerapkan konsep TOD, potensi KCIC di jalur Bandung-Jakarta dapat diwujudkan menjadi wilayah yang berkelanjutan, terhubung dengan baik, dan memberikan manfaat bagi masyarakat serta lingkungan. 

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

Transit Oriented Development (TOD) dan Perkembangannya

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, konsep TOD bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan transportasi publik dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dengan menciptakan kawasan berpadu yang menyediakan berbagai fasilitas dan kegiatan bagi para penghuninya. Saat ini, perkembangan TOD telah menjadi sorotan utama di berbagai kota di seluruh dunia karena berbagai manfaatnya dalam mencapai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Beberapa aspek penting tentang TOD dan perkembangannya adalah:

1. Aksesibilitas: TOD berfokus pada menciptakan aksesibilitas yang mudah dan nyaman antara stasiun transportasi publik dan berbagai fasilitas perkotaan, seperti tempat tinggal, pusat perbelanjaan, kantor, dan tempat rekreasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jarak perjalanan bagi penduduk dan mendorong penggunaan transportasi publik.

2. Kepadatan dan Penggunaan Lahan yang Efisien: Penerapan TOD mengedepankan kepadatan populasi dan penggunaan lahan yang efisien di sekitar simpul transportasi publik. Dengan memadukan berbagai fungsi di area yang terbatas, TOD dapat menghindari pemborosan lahan dan memaksimalkan potensi wilayah perkotaan.

3. Peningkatan Mobilitas: Dengan menyediakan aksesibilitas yang baik ke transportasi publik, TOD dapat meningkatkan mobilitas penduduk dan mengurangi waktu perjalanan. Ini membantu mengurangi kemacetan lalu lintas dan memperbaiki efisiensi transportasi kota.

4. Pengurangan Emisi Karbon: Dengan mendorong penggunaan transportasi publik yang lebih ramah lingkungan, TOD dapat membantu mengurangi emisi karbon dan dampak negatif terhadap lingkungan perkotaan.

5. Pusat Kegiatan Ekonomi: Dengan memadukan fungsi-fungsi perkotaan di sekitar simpul transportasi, TOD dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi dan membuka peluang investasi yang menarik bagi sektor swasta.

6. Kualitas Hidup yang Lebih Baik: Dengan menyediakan lingkungan perkotaan yang beragam, padat, dan terintegrasi, TOD dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi penduduknya. Fasilitas publik yang mudah diakses, lingkungan pejalan kaki yang ramah, dan beragam pilihan gaya hidup adalah beberapa elemen yang membuat TOD menarik bagi banyak orang.

Perkembangan TOD di berbagai kota di dunia menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat menjadi solusi yang efektif untuk menghadapi tantangan perkotaan, termasuk kemacetan lalu lintas, urbanisasi yang pesat, dan masalah lingkungan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip TOD, sebuah kota dapat mencapai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, berdaya saing, dan memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi penduduknya.

Potensi Pengembangan TOD di Jakarta berbasis Spatially Approach

Transit-Oriented Development (TOD) sebagai konsep perencanaan perkotaan yang berfokus pada pengembangan kawasan di sekitar stasiun transportasi publik bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang berorientasi pada transportasi massal. Di tengah pertumbuhan populasi dan kebutuhan mobilitas yang terus meningkat, penerapan TOD di Jakarta memiliki potensi besar untuk mengatasi tantangan perkotaan dan meningkatkan kualitas hidup warga kota.

Pendekatan berbasis spasial (Spatially Approach) menjadi kunci dalam menganalisis dan merencanakan pengembangan TOD di Jakarta. Dengan menggunakan teknologi GIS (Geographical Information System) dan data spasial, kita dapat memahami lebih baik karakteristik fisik wilayah, pola transportasi, serta penggunaan lahan di sekitar stasiun-stasiun transportasi publik.

Beberapa potensi pengembangan TOD di Jakarta berbasis pendekatan spasial mencakup:

1. Identifikasi Kawasan Strategis: Dengan analisis spasial, kita dapat mengidentifikasi lokasi-lokasi strategis yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan TOD, seperti stasiun-stasiun MRT, LRT, atau stasiun kereta api yang terhubung dengan transportasi massal lainnya.

2. Optimalisasi Penggunaan Lahan: Pendekatan spasial memungkinkan kita untuk memetakan dan menganalisis penggunaan lahan yang ada di sekitar stasiun-stasiun transportasi publik. Hal ini membantu merencanakan campuran penggunaan lahan yang efisien, seperti perumahan, perkantoran, fasilitas komersial, dan area publik di sekitar stasiun.

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

3. Perencanaan Konektivitas: Dengan analisis spasial, kita dapat mengevaluasi tingkat konektivitas antara stasiun-stasiun transportasi publik dan pusat-pusat kegiatan lainnya di sekitarnya. Hal ini penting untuk merancang sistem transportasi yang terintegrasi dan memudahkan aksesibilitas.

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

4. Perencanaan Transportasi Berkelanjutan: Melalui analisis spasial, kita dapat merencanakan jalur transportasi berkelanjutan, seperti jalur sepeda dan jalur pejalan kaki, yang terhubung dengan stasiun-stasiun transportasi publik. Ini akan meningkatkan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna non-motor.

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

5. Pembangunan Inklusif: Pendekatan spasial membantu dalam merancang kawasan TOD yang inklusif dengan mengakomodasi berbagai tingkat pendapatan masyarakat, sehingga tidak terjadi gentrifikasi yang merugikan warga dengan pendapatan rendah.

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

6. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau: Dengan analisis spasial, kita dapat mengidentifikasi potensi pengembangan ruang terbuka hijau di sekitar stasiun-stasiun transportasi publik, yang akan meningkatkan kualitas lingkungan dan kenyamanan warga.

Analisis Pengembangan Area Publik sebagai Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di Sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) Halim

Penerapan pendekatan spasial dalam pengembangan TOD di Jakarta akan memberikan manfaat yang signifikan dalam menciptakan kota yang lebih berkelanjutan, terintegrasi, dan berdaya guna. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat untuk mewujudkan potensi pengembangan TOD yang optimal di ibu kota. Dengan pemahaman mendalam tentang karakteristik spasial wilayah, perencanaan dan pengembangan kawasan TOD dapat menghadirkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan urbanisasi dan transportasi di Jakarta.

Tantangan dan Solusi dalam Penerapan Transit Oriented Development

Tantangan:

1. Keterbatasan Lahan: Menemukan lahan yang sesuai dan cukup luas untuk mengembangkan kawasan TOD dapat menjadi tantangan, terutama di kota yang sudah padat dan terbatas ruangnya.

Solusi: Penerapan TOD harus memperhitungkan intensifikasi penggunaan lahan yang sudah ada dan mencari cara kreatif untuk mengoptimalkan ruang yang tersedia, seperti memanfaatkan lahan kosong dan revitalisasi kawasan perkotaan yang kurang dimanfaatkan.

2. Kebijakan dan Regulasi: Beberapa kebijakan dan regulasi yang ada mungkin tidak mendukung penerapan TOD. Misalnya, peraturan zonasi yang membatasi campuran penggunaan lahan atau persyaratan parkir yang berlebihan. 

Solusi: Diperlukan koordinasi antarpemerintah untuk memperbarui dan mengubah kebijakan yang relevan agar lebih mendukung penerapan TOD. Perencanaan dan regulasi yang pro-TOD perlu diadopsi untuk menciptakan lingkungan yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan.

3. Biaya dan Pembiayaan: Pengembangan infrastruktur transportasi publik yang berkualitas tinggi dan fasilitas pendukungnya dalam TOD memerlukan investasi yang besar dan pembiayaan jangka panjang.

Solusi: Pemerintah dapat mencari pendanaan dari berbagai sumber, termasuk kemitraan publik-swasta, dana dari sektor swasta, dan dana publik. Penerapan TOD harus dilihat sebagai investasi jangka panjang yang akan menghasilkan manfaat sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.

4. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi: Penerapan TOD dapat menyebabkan gentrifikasi dan meningkatkan harga lahan dan biaya hidup, yang dapat menyulitkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk tetap tinggal di wilayah tersebut.

Solusi: Perencanaan kawasan TOD harus memperhatikan keberlanjutan sosial dan ekonomi dengan merancang program perumahan yang terjangkau dan kebijakan lainnya untuk melindungi masyarakat rentan dari dampak gentrifikasi yang tidak diinginkan.

5. Penerimaan Masyarakat: Masyarakat tidak selalu mendukung perubahan besar dalam lingkungan mereka atau mungkin merasa khawatir tentang dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari mereka.

Solusi: Penting untuk melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan sejak awal. Keterlibatan masyarakat dapat dilakukan melalui konsultasi publik, diskusi terbuka, dan pendekatan partisipatif untuk menciptakan pemahaman dan dukungan terhadap penerapan TOD.

Solusi:

1. Perencanaan Berbasis Lahan: Memanfaatkan analisis spasial dan teknologi GIS untuk memahami karakteristik fisik wilayah dan mendukung pengambilan keputusan perencanaan yang tepat berdasarkan data dan fakta.

2. Kolaborasi Antarpemerintah: Mengkoordinasikan berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, badan transportasi, dan badan perumahan, untuk memastikan keberhasilan penerapan TOD.

3. Pembiayaan Kreatif: Mencari sumber pembiayaan dari berbagai sumber, termasuk kemitraan publik-swasta, dana pemerintah, dan dana dari lembaga keuangan internasional.

4. Pengembangan Berkelanjutan: Merencanakan kawasan TOD dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi untuk menciptakan kota yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

5. Partisipasi Publik: Melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan kawasan TOD agar mereka merasa memiliki dan mendukung perkembangan tersebut.

6. Pengembangan Terencana: Merencanakan pengembangan kawasan TOD secara terencana dan bertahap untuk menghindari dampak sosial dan ekonomi yang tiba-tiba.

Penerapan Transit-Oriented Development memerlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif untuk mengatasi tantangan yang ada dan menciptakan kawasan perkotaan yang lebih berkelanjutan, terjangkau, dan berdaya guna.

Kesimpulan

Implementasi Transit Oriented Development (TOD) di sekitar Stasiun Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Halim memiliki potensi besar untuk meningkatkan aksesibilitas, efisiensi penggunaan lahan, dan konektivitas wilayah. Walaupun dihadapkan pada tantangan, pelaksanaan konsep TOD dapat menciptakan lingkungan perkotaan yang berintegrasi dan berkelanjutan, membawa manfaat positif bagi penduduk dan lingkungan sekitarnya. 

Sumber

  • Cervero, R., & Dai, D. (2014). BRT TOD: Leveraging transit-oriented development with bus rapid transit investments. Transport Policy, 36, 127–138. https://doi.org/10.1016/j.tranpol.2014.08.001.
  • Chava, J., & Newman, P. (2016). Stakeholder Deliberation on Developing Affordable Housing Strategies: Towards Inclusive and Sustainable Transit-Oriented Developments. Sustainability, 8, 1â€21. https://doi.org/10.3390/su8101024.
  • Derakhti, L., & Baeten, G. (2020). Contradictions of Transit-Oriented Development in Low-Income Neighborhoods: The Case Study of RosengĂĄrd in Malmö, Sweden. Urban Science, 4(2), 20. https://doi.org/10.3390/urbansci4020020.
  • Humas Setkab RI. (2023). Proyek KCJB Capai 88,8 Persen, Presiden Berharap Tumbuhnya Ekonomi Baru. Diakses pada 04 Agustus 2023 melalui https://setkab.go.id/wp-content/uploads/2022/10/Proyek-KCJB-Capai-888-Persen-Presiden-Berharap-Tumbuhnya-Ekonomi-Baru.
  • Ibraeva, A., Correia, G. H. de A., Silva, C., & Antunes, A. P. (2020). Transit-oriented development: A review of research achievements and challenges. Transportation Research Part A: Policy and Practice, 132, 110–130. https://doi.org/10.1016/j.tra.2019.10.018.
  • Li, M., Zhao, J., Liu, W., Jiang, J., & Xu, Y. (2023). Evaluation and Optimization Model of Land Use Around Urban Rail Transit Stations Considering TOD Strategy.
  • Liang, Y., Du, M., Wang, X., & Xu, X. (2020). Planning for urban life: A new approach of sustainable land use plan based on transit-oriented development. Evaluation and program planning, 80, 101811.
  • Nyunt, K. T. K., & Wongchavalidkul, N. (2020). Evaluation of relationships between ridership demand and Transit-Oriented Development (TOD) indicators focused on land use density, diversity, and accessibility: A case study of existing metro stations in Bangkok. Urban Rail Transit, 6(1), 56-70.
  • Safaee, M. M., & Nematipour, N. (2021). Development of urban public spaces using urban underground spaces: a new method to improve quality of life (QOL) in Tehran metropolis. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 703, No. 1, p. 012025). IOP Publishing.
  • Vale, D. S. (2015). Transit-oriented development, integration of land use and transport, and pedestrian accessibility: Combining node-place model with pedestrian shed ratio to evaluate and classify station areas in Lisbon. Journal of Transport Geography, 45, 70–80. https://doi.org/10.1016/j.jtrangeo.2015.04.009.
  • Wey, W. M., & Huang, J. Y. (2018). Urban sustainable transportation planning strategies for livable City’s quality of life. Habitat International, 82, 9–27. https://doi.org/10.1016/j.habitatint.2018.10.002.

Data Publications

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Health

02 Jun 2025

•

HIMA SAIG UPI

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini membahas analisis spasial kasus stunting di Provinsi Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung, dengan menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR). Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh variabel sosial-ekonomi dan lingkungan—seperti kemiskinan, akses air bersih dan sanitasi, pendidikan ibu, serta cakupan posyandu—terhadap prevalensi stunting di tingkat lokal. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi spasial yang signifikan: beberapa kecamatan seperti Gedebage, Rancasari, dan Buahbatu memiliki kecocokan model yang sangat tinggi namun jumlah kasus stunting yang rendah, sedangkan Bandung Kulon dan Babakan Ciparay menunjukkan jumlah kasus tinggi dengan kecocokan model yang lebih rendah. Model GWR secara keseluruhan memiliki kemampuan prediktif yang sangat baik (R² global 0,9822), menandakan efektivitas pendekatan spasial dalam mendukung perumusan kebijakan intervensi stunting yang lebih terarah dan sesuai karakteristik wilayah.

9 min read

•

27 view

Pengembangan Wisata di Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Berapi (Studi Kasus: Gunung Batur)

Tourism

20 May 2025

•

IMPI Koordinator Wilayah Bandung Raya

Pengembangan Wisata di Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Berapi (Studi Kasus: Gunung Batur)

Kawasan Gunung Batur, Bali, memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata berbasis ekologi dan edukasi global. Namun, kawasan tersebut tentunya tak lepas dari status rawan bencana letusan gunung berapi akibat status aktif dari Gunung Batur. Oleh karena itu, kajian ini akan menyoroti pengembangan pariwisata kawasan rawan bencana Gunung Batur, Bali dari perspektif perencanaan wilayah.

14 min read

•

273 view

1 Projects

Analisis Kemampuan Lahan Wilayah Perencanaan (WP) Ulu Belu - Kab. Tanggamus - Prov. Lampung

Environment

27 May 2025

•

Weka

Analisis Kemampuan Lahan Wilayah Perencanaan (WP) Ulu Belu - Kab. Tanggamus - Prov. Lampung

Analisis Kemampuan Lahan berdasarkan Permen PU No. 20/Prt/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.

31 min read

•

147 view

2 Data

1 Projects

Implementasi Metode Pemetaan Partisipatif dalam Penetapan Batas Administrasi Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan pada Program P2M Sains Informasi Geografi 2024/2025

Social

13 May 2025

•

HIMA SAIG UPI

Implementasi Metode Pemetaan Partisipatif dalam Penetapan Batas Administrasi Desa Banjarsari Kecamatan Pangalengan pada Program P2M Sains Informasi Geografi 2024/2025

Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (P2M) Sains Informasi Geografi 2024/2025 yang dilaksanakan di Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, bertujuan untuk menerapkan metode pemetaan partisipatif dalam penetapan batas administrasi desa. Melalui keterlibatan aktif warga dan perangkat desa, kegiatan ini meliputi diskusi kelompok, survei lapangan, serta validasi berbasis citra satelit, sehingga menghasilkan peta batas administrasi yang akurat dan sesuai kondisi faktual. Selain meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemetaan dan pengelolaan wilayah, kegiatan ini juga mendukung implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dan pemberdayaan masyarakat setempat.

11 min read

•

157 view

1 Data

1 Projects

Terms and Conditions
Introductions
  • MAPID is a platform that provides Geographic Information System (GIS) services for managing, visualizing, and analyzing geospatial data.
  • This platform is owned and operated by PT Multi Areal Planing Indonesia, located at
  • mapid-ai-maskot