Transformasi Bandung Menuju Kota 15 Menit

07 Mei 2025

By: Dini Indriati Freelance MAPID

Open Project

Transformasi Bandung Menuju Kota 15 Menit

1

Pendahuluan

Konsep kota 15 menit (15-Minute City) adalah pendekatan perencanaan kota yang bertujuan menciptakan lingkungan perkotaan di mana penduduk dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan harian seperti bekerja, berbelanja, mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan rekreasi dalam waktu tempuh 15 menit dengan berjalan kaki atau bersepeda dari tempat tinggal. Gagasan ini menempatkan manusia sebagai pusat perencanaan, dengan menciptakan kota yang lebih inklusif, efisien, dan berkelanjutan. Kota 15 menit menekankan pentingnya desentralisasi fungsi-fungsi kota, dengan membentuk kawasan lokal yang lengkap dan mandiri, namun tetap terhubung secara efektif melalui jaringan transportasi umum dan infrastruktur ramah pesepeda.

Di Kota Bandung, permasalahan kemacetan lalu lintas telah menjadi isu yang kronis dan terus memburuk akibat pertumbuhan kendaraan pribadi yang tidak seimbang dengan kapasitas jalan serta pola aktivitas penduduk yang terpusat. Waktu tempuh yang panjang dan tingginya ketergantungan pada kendaraan bermotor menunjukkan bahwa struktur kota saat ini belum mendukung mobilitas lokal yang efisien dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, penerapan konsep kota 15 menit menjadi relevan sebagai solusi untuk mengurangi beban lalu lintas, memperkuat kemandirian kawasan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Kota Bandung secara keseluruhan.

Metode

Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis potensi penerapan konsep kota 15 menit di Kota Bandung. Data yang digunakan terdiri dari data sekunder berupa peta jaringan jalan, peta jaringan transportasi umum, peta sebaran halte (titik perhentian), peta sebaran fasilitas publik (seperti sekolah, fasilitas kesehatan, ruang terbuka hijau, dan pusat perbelanjaan) dengan menggunakan OSM yang tersedia dari Mapid, serta peta kepadatan penduduk.

Salah satu alat bantu utama dalam penulisan ini adalah fitur isochrone 15 menit dari platform pemetaan digital Mapid. Isochrone digunakan untuk memetakan cakupan area yang dapat diakses dalam waktu 15 menit dengan berjalan kaki atau bersepeda dari titik-titik transportasi umum. Titik-titik ini dipilih sebagai pusat analisis karena transportasi umum berperan penting dalam mendukung mobilitas jarak menengah dan jauh dalam kerangka kota 15 menit. Selanjutnya, dilakukan overlay antara peta isochrone dengan lokasi fasilitas publik, seperti sekolah, layanan kesehatan, pasar, dan ruang terbuka hijau untuk menilai sejauh mana kawasan sekitar simpul transportasi telah menyediakan akses terhadap kebutuhan harian masyarakat.

Pendekatan ini memungkinkan identifikasi kawasan yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan sebagai pusat aktivitas lokal, sekaligus menyoroti area yang belum terintegrasi secara optimal dalam jaringan kota 15 menit.

Gambaran Umum

Kota Bandung memiliki berbagai pilihan transportasi umum, di antaranya adalah Trans Metro Bandung (TMB), Trans Bandung Raya (DAMRI), dan Metro Jabar Trans. Selain itu, ada juga Kereta Api Lokal Bandung Raya (Commuter Line) dan Angkutan Kota (Angkot). Masing-masing moda ini melayani rute yang tersebar di berbagai wilayah. Lebih detailnya, rute dari masing-masing moda transportasi umum dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel Trayek Transportasi Umum di Kota Bandung

Trayek Transportasi Umum di Kota Bandung

Peta Rute Transportasi Umum di Kota Bandung

Rute Transportasi Umum di Kota Bandung

Temuan dan Analisis

Analisis Isochrone 15 Menit dari Titik Transportasi Umum

1. Analisis Berjalan Kaki menggunakan Isochrone 15 Menit

Konsep kota 15 menit berfokus pada aksesibilitas, di mana setiap kebutuhan dasar (seperti pekerjaan, sekolah, layanan kesehatan, hiburan, dll.) dapat dicapai dalam waktu 15 menit dengan berjalan kaki atau bersepeda. Dalam hal akses ke transportasi umum, idealnya jarak berjalan kaki menuju halte atau stasiun transportasi umum seharusnya tidak lebih dari 15 menit. Artinya, orang diharapkan dapat mencapai titik transportasi umum utama dalam waktu sekitar 5 hingga 10 menit berjalan kaki, tergantung pada kepadatan dan distribusi fasilitas transportasi umum di kota tersebut. Namun beberapa standar perencanaan, seperti di China, menetapkan bahwa lingkungan perumahan harus memungkinkan penduduk memenuhi kebutuhan dasar dalam waktu 15 menit berjalan kaki.

Peta Berjalan Kaki menggunakan Isochrone 15 Menit

Analisis Berjalan Kaki menggunakan Isochrone 15 Menit

Peta yang ditampilkan menunjukkan analisis aksesibilitas transportasi umum di Kota Bandung berdasarkan jangkauan berjalan kaki selama 15 menit dari titik-titik transportasi, yang ditandai dengan titik merah. Titik-titik tersebut merepresentasikan lokasi halte, stasiun, atau titik akses utama moda transportasi umum seperti Trans Metro Bandung (TMB), Trans Bandung Raya (DAMRI), Metro Jabar Trans, Kereta Api Lokal Bandung Raya, dan Angkutan Kota (Angkot). Sebaran titik akses ini tampak cukup merata di wilayah tengah dan selatan Kota Bandung, sementara bagian utara dan timur terlihat memiliki distribusi yang lebih jarang. Area berwarna di sekitar titik menunjukkan cakupan wilayah yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki, di mana wilayah pusat kota dan selatan tampak paling padat dan saling terhubung, mencerminkan tingkat aksesibilitas yang tinggi terhadap transportasi umum. Di sisi lain, beberapa bagian pinggiran kota masih menunjukkan celah cakupan, yang menandakan belum optimalnya jangkauan layanan transportasi umum di sana. Pola spasial yang terbentuk memperlihatkan struktur jaringan transportasi yang baik di pusat kota namun masih terfragmentasi di beberapa wilayah lainnya.

2. Analisis Bersepeda menggunakan Isochrone 15 Menit

Peta ini menggambarkan analisis aksesibilitas transportasi umum di Kota Bandung dengan menggunakan indikator jangkauan bersepeda selama 15 menit dari titik-titik transportasi seperti terminal (ungu), halte (merah), dan stasiun (hijau). Dibandingkan dengan peta jangkauan berjalan kaki, area cakupan bersepeda jauh lebih luas dan merata, mencakup hampir seluruh wilayah administratif yang ditampilkan. Titik-titik akses transportasi tersebar padat di wilayah pusat dan cukup konsisten di pinggiran kota, menunjukkan bahwa moda bersepeda dapat menjadi solusi efektif untuk menjangkau transportasi umum di area yang lebih jauh dari pusat kota. Sebaran jaringan ini memperkuat konektivitas antar wilayah dan memberikan gambaran bahwa dengan fasilitas dan infrastruktur yang mendukung, bersepeda dapat meningkatkan integrasi sistem transportasi publik secara keseluruhan.

Peta Bersepeda menggunakan Isochrone 15 Menit

Peta Bersepeda menggunakan Isochrone 15 Menit

Analisis Kepadatan Penduduk dalam Area Isochrone

Peta ini menampilkan analisis kepadatan penduduk dalam radius jangkauan berjalan kaki 15 menitdari titik-titik akses transportasi umum di Kota Bandung. Warna pada peta menunjukkan tingkat kepadatan penduduk, dengan gradasi dari merah muda (<100 jiwa) hingga merah tua (≥300 jiwa per satuan area). Terlihat bahwa sebagian besar wilayah timur (Mandalajati, Cinambo, Gedebage) dan pusat Kota Bandung memiliki kepadatan penduduk yang rendah (zona merah muda) dan berada dalam jangkauan akses transportasi umum. Sebaliknya, daerah pinggiran di utara dan timur memiliki kepadatan yang lebih tinggi, ditandai dengan warna jingga dan merah tua. Distribusi ini menunjukkan bahwa area pusat kota memiliki kepadatan penduduk yang relatif rendah namun telah terlayani dengan baik oleh transportasi publik. Sebaliknya, wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi justru menunjukkan keterbatasan dalam akses terhadap layanan transportasi umum. Ketimpangan ini mengindikasikan adanya kebutuhan untuk meninjau ulang distribusi layanan transportasi publik, agar dapat menjangkau kawasan dengan permukiman padat yang saat ini belum terlayani secara optimal. Peta ini memberikan gambaran penting bagi perencanaan transportasi dan tata guna lahan, karena memperlihatkan keterkaitan langsung antara persebaran penduduk dan aksesibilitas terhadap layanan transportasi umum.

Peta Kepadatan Penduduk dalam Area Isochrone

Peta Kepadatan Penduduk dalam Area Isochrone

Analisis Kesenjangan Akses (Gap Analysis)

Berdasarkan keempat peta yang ditampilkan, terlihat adanya kesenjangan akses transportasi publik di beberapa wilayah Kota Bandung dan sekitarnya. Wilayah yang berwarna abu-abu menunjukkan area yang tidak tercakup dalam radius 15 menit berjalan kaki dari terminal, halte, atau stasiun. Wilayah-wilayah ini tersebar di berbagai bagian kota, terutama di bagian barat daya seperti Gempolsari, Cigondewah, Margaasih dan Nanjung, bagian barat seperti Babakan bagian utara seperti Ledeng, sekitar Gegerkalong, Ciumbuleuit, Cipedes, Sukagalih, Cigadung, Pasirlayung, Jatihandap, Karang Pamulang, Pasir Impun, dan Sidang Jaya serta bagian timur dan tenggara seperti Pasirjati, Pasirwangi, Pasanggrahan, Cisurupan, Palasari, Cipadung, Pasir Biru, Antapani Kidul, Cisaranten Endah, Babakan Sari, Sukapura Rancanumpang, Sekejati dan Rancamanyar.

Ketidakterjangkauan ini menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah tersebut memiliki keterbatasan dalam akses langsung terhadap moda transportasi publik, yang berpotensi memperbesar ketimpangan mobilitas dan meningkatkan ketergantungan terhadap kendaraan pribadi. Perencanaan perlu difokuskan pada penyediaan layanan angkutan umum atau fasilitas penunjang mobilitas aktif di area abu-abu tersebut untuk mencapai prinsip aksesibilitas yang inklusif dan merata.

Peta Kesenjangan Akses

Peta Kesenjangan Akses

Peta Kesenjangan Akses

Peta Kesenjangan Akses

Peta Kesenjangan Akses

Kesimpulan

  1. 1.
    Kota Bandung telah memiliki infrastruktur transportasi umum yang relatif baik di area sentral, tetapi perlu peningkatan konektivitas di wilayah pinggiran agar seluruh penduduk dapat mengakses moda transportasi dalam waktu tempuh berjalan kaki yang ideal, yaitu maksimal 15 menit.
  1. 2.
    Adanya ketimpangan antara distribusi kepadatan penduduk dan aksesibilitas terhadap transportasi umum di Kota Bandung. Kawasan dengan kepadatan tinggi di pinggiran utara dan timur masih kurang terlayani.
  1. 3.
    Masih terdapat wilayah di Kota Bandung, khususnya di wilayah barat, utara, dan timur, yang belum memiliki akses transportasi publik dalam radius tempuh berjalan kaki selama 15 menit. Kondisi ini mencerminkan adanya ketimpangan aksesibilitas yang perlu segera ditangani melalui langkah-langkah perencanaan strategis, seperti perluasan jaringan angkutan umum dan penguatan fasilitas mobilitas aktif, demi tercapainya sistem transportasi yang lebih inklusif dan adil.

Referensi

  • C40 Cities. (n.d.). Why every city can benefit from a 15-minute city vision. Diakses dari https://www.c40knowledgehub.org/s/article/Why-every-city-can-benefit-from-a-15-minute-city-vision
  • Transport for Bandung. (n.d.). Transport for Bandung. Diakses dari https://transportforbandung.org/
  • Wikipedia. (n.d.). 15-minute city. Diakses dari https://en.wikipedia.org/wiki/15-minute_city

Data Publikasi

OPTIMALISASI JALUR KUNJUNGAN WISATA DI KOTA BANDAR LAMPUNG MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS JARINGAN

Pariwisata

22 Nov 2025

Muhammad Rozadi

OPTIMALISASI JALUR KUNJUNGAN WISATA DI KOTA BANDAR LAMPUNG MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS JARINGAN

Menganalisis 10 objek wisata di Kota Bandar Lampung untuk menentukan rute transportasi wisata yang optimal menggunakan network analysis

13 menit baca

245 dilihat

Ruang Publik antara Kita dan Kota : Analisis Keterjangkauan dan Perencanaan Taman Baru di Kota Bandung

Perencanaan Kota

26 Nov 2025

Aulia Ghita Apriliyan

Ruang Publik antara Kita dan Kota : Analisis Keterjangkauan dan Perencanaan Taman Baru di Kota Bandung

Temukan bagaimana taman kota di Bandung bukan hanya ruang hijau, melainkan cermin dinamika sosial warga yang inklusif dan kreatif, menciptakan interaksi serta kebersamaan.

11 menit baca

289 dilihat

Analisis Kelayakan Lokasi Pembukaan Coffee Shop di Kota Samarinda: Pemetaan Potensi, Persaingan, dan Risiko

Makanan dan Minuman

22 Nov 2025

Randi Arman Pratama

Analisis Kelayakan Lokasi Pembukaan Coffee Shop di Kota Samarinda: Pemetaan Potensi, Persaingan, dan Risiko

Analisis lokasi ini berfokus pada site selection untuk kedai kopi di Kota Samarinda dengan menggunakan pendekatan spasial berbasis GIS di platform Mapid. Kajian ini memanfaatkan peta kelayakan sebagai hasil dari feasibility study yang mempertimbangkan berbagai variabel, seperti kepadatan penduduk, jarak ke pusat aktivitas (mall, kampus, pasar), serta tingkat persaingan usaha di sekitar area penelitian. Evaluasi dilakukan melalui analisis catchment area 300 meter dan buffer 500 meter untuk menilai potensi pelanggan dan jangkauan pasar. Faktor lain yang turut diperhitungkan meliputi aksesibilitas jalan, estimasi sewa, serta risiko lingkungan seperti zona banjir di sekitar Sungai Mahakam. Hasil akhir disajikan dalam bentuk peta interaktif yang menggambarkan sebaran tingkat kelayakan lokasi, memberikan gambaran menyeluruh bagi pelaku usaha dalam menentukan lokasi optimal, sekaligus menjadi acuan dalam perencanaan survei lapangan dan pengambilan keputusan berbasis data.

4 menit baca

291 dilihat

1 Proyek

Transformasi Digital Pengelolaan Air BBWS Ciliwung Cisadane dengan Smart Water Center

Pemerintah

14 Nov 2025

datin.bbwscilicis

Transformasi Digital Pengelolaan Air BBWS Ciliwung Cisadane dengan Smart Water Center

Pemantauan banjir yang efektif menjadi salah satu tantangan besar bagi banyak instansi pemerintah, salah satunya bagi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cilicis. Sebelumnya, proses rekapitulasi data banjir BBWS Cilicis dilakukan secara manual, yang memerlukan upaya ekstra dari tim lapangan. Namun, dengan hadirnya Smart Water Center, proses rekapitulasi banjir kini jauh lebih efisien. SWC mengintegrasikan teknologi sensor IoT yang memantau kondisi air secara real-time.

2 menit baca

226 dilihat

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat