Upaya Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Kota Bandung

01 Desember 2023

By: Muhammad Kevin Hardiansyah

Open Data

Peta Rawan Longsor Kota Bandung

Longsor di kota bandung

Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor terjadi ketika gravitasi menyebabkan sejumlah besar tanah dan batu bergerak menuruni lereng. Bencana tanah longsor terjadi karena rusaknya keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada lereng, yaitu gaya geser dan gaya hambatan. Gaya geser ini dipengaruhi oleh berat tanah dan kadar airnya. Akibat ketidakseimbangan gaya tersebut, maka ada gaya-gaya dari luar lereng sehingga menyebabkan gaya geser pada lereng lebih besar dibandingkan gaya pendukung sehingga menyebabkan tanah bergerak ke bawah atau ke atas. 

Kestabilan lereng yang terganggu dipengaruhi oleh morfologi khususnya kemiringan lereng, tanah dan batuan penyusun lereng, serta kondisi perairan pada lereng. Adanya longsor disebabkan oleh dua faktor, yang pertama pengaruh kondisi material itu sendiri, dan yang kedua adalah faktor material yang bergerak keluar atau menuruni lereng. Pada lereng, kemungkinan tanah longsor sangat bergantung pada tanah dan batuan penyusunnya, kondisi geologi sekitar, curah hujan, dan penggunaan lahan. Saat curah hujan tinggi, biasanya terjadi longsor. 

Longsor disebabkan oleh 3 faktor penyebab utama :

  1. 1.
    Faktor bawaan, penyebab longsor lahan meliputi kedalaman pelapukan batuan, struktur geologi (tektonik dan jenis batuannya), tebal solum tanah, tekstur tanah dan permeabilitas tanah.
  1. 2.
    Faktor luar dari suatu medan, penyebab longsor lahan adalah kemiringan lereng, banyaknya dinding terjal, kerapatan torehan, dan penggunaan lahan.
  1. 3.
    Faktor pemicu terjadinya longsor lahan, antara lain tebal curah hujan dan gempa bumi.

Upaya Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Kota Bandung

Sumber : 

Wikipedia

Tentang Kota Bandung

Kota Bandung adalah kota metropolitan terbesar di provinsi Jawa Barat, dan terbesar ke tiga di indonesia. sekaligus menjadi ibu kota provinsi Jawa Barat. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kota Bandung terletak pada posisi 107º36’ Bujur Timur dan 6º55’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Bandung adalah 16.729,65 Ha. Secara administratif, Kota Bandung berbatasan dengan beberapa daerah Kabupaten/Kota lainnya, yaitu:

  1. 1.
    sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat;
  1. 2.
    sebelah Barat berbatasan dengan Kota Cimahi;
  1. 3.
    sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung; dan
  1. 4.
    sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.

Kondisi Topografi

Kota Bandung terletak pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl). Titik tertinggi di kelurahan Ledeng kecamatan Cicadap dengan ketinggian 892 m dpl, dan titik terendah berada di Kelurahan Rancanumpang Kecamatan Gedebage dengan ketinggian 666 m dpl. Wilayah yang dikelilingi oleh pegunungan membentuk Kota Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin).

Kondisi Geologi

Keadaan geologis di Kota Bandung dan sekitarnya terdiri atas lapisan aluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di wilayah bagian Utara umumnya jenis tanah andosol, sedangkan di bagian Selatan serta Timur terdiri atas jenis aluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian tengah dan Barat tersebar jenis tanah andosol.

Kondisi Klimatologi Iklim

Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya. Namun pada beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan suhu, serta musim hujan yang lebih lama dari biasanya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, musim hujan dirasakan lebih lama terjadi di Kota Bandung. Selama tahun 2020, suhu rata-rata Kota Bandung adalah 25,86°C. Suhu tertinggi Kota Bandung tahun 2020 mencapai 33,00°C di bulan September dan suhu minimum 15,90°C di bulan September tahun 2020. Sumber : 

Profil Kota Bandung

Kondisi penduduk Kota Bandung

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung jumlah penduduk Kota Bandung berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2021 sebanyak 2.527.854 jiwa yang terdiri atas 1.267.661 jiwa penduduk laki-laki dan 1.260.193 jiwa penduduk perempuan. Sumber: 

Jumlah Penduduk Kota Bandung 2021

Kepadatan penduduk dapat memiliki pengaruh besar terhadap mitigasi bencana longsor. Dalam daerah yang padat penduduknya, risiko terjadinya longsor bisa meningkat karena adanya aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng.

  1. 1.
    Pola Pembangunan: Daerah yang padat penduduk cenderung memiliki pembangunan yang intensif. Pembangunan infrastruktur, seperti jalan, pemukiman, atau sistem irigasi, dapat mengubah karakteristik alamiah lereng dan meningkatkan risiko longsor.
  1. 2.
    Penggunaan Lahan: Pertumbuhan populasi memicu konversi lahan dari hutan atau lahan terbuka menjadi kawasan permukiman atau pertanian. Perubahan ini dapat mengganggu stabilitas lereng dan meningkatkan kemungkinan terjadinya longsor.
  1. 3.
    Kapasitas Evakuasi dan Penanganan Darurat: Kepadatan penduduk juga berdampak pada kemampuan untuk menangani darurat. Jika daerah tersebut padat penduduk namun memiliki infrastruktur darurat yang kurang, respons terhadap longsor bisa menjadi lebih sulit dan berisiko.
  1. 4.
    Pengetahuan dan Kesadaran Masyarakat: Di daerah padat penduduk, kesadaran akan bahaya longsor dan pengetahuan tentang cara mengurangi risiko dapat menjadi faktor kunci dalam mitigasi bencana. Masyarakat yang teredukasi cenderung lebih siap untuk menghadapi risiko longsor.

Gambaran bencana Tanah Longsor di Kota Bandung

Melirik data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah, sepanjang satu dekade terakhir (2012-2022) telah terjadi sebanyak 41 tanha longsor di Kota Bandung. Sumber : 

Open Data Jabar

Daerah yang sering mengalami Tanah Longsor di Kota Bandung diantaranya Kecamatan Coblong, Kecamatan Cibeunying, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Rongga, Kecamatan Cijawura. Sumber :

Dua Tanggul di Cijawura Bandung Jebol

Longsor Terjang Kota Bandung, Satu Orang Tewas

Longsor Putus Jalan Desa di Rongga Bandung Barat

Bencana Tanah Longsor Terjang Pasirlayung Kota Bandung

Dampak yang ditimbulkan dari Tanah Longsor di berbagai sektor kehidupan 

Dampak Lingkungan

  • Kerusakan Ekosistem: Longsor bisa menghancurkan hutan, lahan pertanian, serta lingkungan alami lainnya.
  • Kehilangan Biodiversitas: Habitat alami hewan dan tumbuhan bisa terganggu atau hancur, menyebabkan kehilangan spesies.
  • Pencemaran Lingkungan: Material longsoran bisa mencemari air dan udara sekitarnya.

Dampak Sosial

  • Korban Jiwa dan Cedera: Longsor sering kali menyebabkan korban jiwa dan cedera serius pada penduduk yang tinggal di daerah terdampak.
  • Pengungsian dan Kehilangan Tempat Tinggal: Orang-orang terpaksa mengungsi karena rumah mereka rusak atau terancam oleh longsor.
  • Kerugian Ekonomi: Infrastruktur yang rusak dan hilangnya lahan pertanian dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan.

Dampak Ekonomi

  • Kerusakan Infrastruktur: Jalan raya, jembatan, dan fasilitas publik lainnya bisa rusak parah, mengganggu konektivitas dan mobilitas.
  • Kerugian Usaha: Usaha pertanian, perkebunan, atau industri yang terkena longsor bisa mengalami kerugian besar.
  • Biaya Penanganan Darurat dan Rekonstruksi: Biaya untuk penanganan darurat dan rekonstruksi infrastruktur sangat besar dan membebani anggaran pemerintah.

Dampak Psikologis

  • Stres dan Trauma: Korban yang selamat atau terdampak bisa mengalami stres dan trauma akibat kehilangan rumah, keluarga, atau kondisi hidup yang berubah secara drastis.
  • Ketakutan dan Kekhawatiran: Masyarakat setempat bisa hidup dalam ketakutan akan longsor berulang atau potensi bahaya serupa.

Dampak Jangka Panjang 

  • Pemulihan yang Lambat: Proses pemulihan pasca-longsor sering membutuhkan waktu lama dan upaya yang besar.
  • Perubahan Sosial dan Ekonomi: Longsor bisa merubah pola migrasi, mata pencaharian, serta struktur sosial masyarakat yang terdampak.

Mitigasi Bencana Tanah Longsor 

Adapun tahapan mitigasi bencana tanah longsor, yaitu pemetaan, penyelidikan, pemeriksaan, pemantauan, sosialisasi.

1. Pemetaan

Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.

2. Penyelidikan

Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.

3. Pemeriksaan

Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.

4. Pemantauan

Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.

5. Sosialisasi

Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, berita, poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada aparat pemerintah.

Kesimpulan

Tanah longsor menjadi ancaman serius di Kota Bandung, terutama di daerah padat penduduk. Faktor topografi, kondisi geologi, iklim, serta aktivitas manusia memperkuat potensi longsor.

Mitigasi jangka panjang perlu difokuskan pada pemetaan, penelitian, dan pemantauan wilayah rawan. Kesadaran masyarakat, pengetahuan tentang risiko, dan upaya sosialisasi menjadi kunci penting dalam meminimalisir dampak bencana. Upaya kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat menjadi fondasi penting untuk memitigasi risiko dan membangun ketahanan terhadap tanah longsor di masa mendatang.

Apa itu tanah longsor?

adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.

Bagaimana tahapan mitigasi Tanah Longsor?

Pemetaan > Penyelidikan > Pemeriksaan > Pemantauan > Sosialisasi

Dampak apa yang ditimbulkan dari tanah longsor?

dampak lingkungan, dampak sosial, dampak ekonomi, dampak psikologis, dampak jangka panjang

Data Publikasi

Final Project : Analisis Kerawanan Bencana Erupsi Gunung Merapi Lokasi Wisata di Kabupaten Sleman

Iklim dan Bencana

15 Jun 2025

Anggara Yudha

Final Project : Analisis Kerawanan Bencana Erupsi Gunung Merapi Lokasi Wisata di Kabupaten Sleman

Analisis Kerawanan

5 menit baca

87 dilihat

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Mendukung Program Reaktivasi Jalur Kereta Api Antarkota Kalisat - Panarukan di Kabupaten Bondowoso

Transportasi

11 Jun 2025

Safira Ramadhani

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Mendukung Program Reaktivasi Jalur Kereta Api Antarkota Kalisat - Panarukan di Kabupaten Bondowoso

Pemerintah Indonesia mendorong program reaktivasi jalur kereta api nonaktif sebagai bagian dari revitalisasi infrastruktur dan pengembangan wilayah. Salah satu yang direncanakan adalah jalur kereta api antarkota Kalisat – Panarukan yang melintasi Kabupaten Bondowoso. Kajian kesesuaian lahan dibutuhkan untuk meminimalkan dampak lingkungan pada lahan yang akan difungsikan kembali pada program reaktivasi. Dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG), kajian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan yang ada.

25 menit baca

291 dilihat

7 Data

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Kesehatan

05 Jun 2025

HIMA SAIG UPI

Analisis Kasus Stunting Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression (GWR) di Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini membahas analisis spasial kasus stunting di Provinsi Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung, dengan menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR). Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh variabel sosial-ekonomi dan lingkungan—seperti kemiskinan, akses air bersih dan sanitasi, pendidikan ibu, serta cakupan posyandu—terhadap prevalensi stunting di tingkat lokal. Hasil penelitian menunjukkan adanya variasi spasial yang signifikan: beberapa kecamatan seperti Gedebage, Rancasari, dan Buahbatu memiliki kecocokan model yang sangat tinggi namun jumlah kasus stunting yang rendah, sedangkan Bandung Kulon dan Babakan Ciparay menunjukkan jumlah kasus tinggi dengan kecocokan model yang lebih rendah. Model GWR secara keseluruhan memiliki kemampuan prediktif yang sangat baik (R² global 0,9822), menandakan efektivitas pendekatan spasial dalam mendukung perumusan kebijakan intervensi stunting yang lebih terarah dan sesuai karakteristik wilayah.

9 menit baca

166 dilihat

2 Data

1 Proyek

Analisis Spasial Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Bukittinggi

Kesehatan

11 Jun 2025

Muhammad Reza Zulkarnain

Analisis Spasial Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Bukittinggi

Publikasi ini menyajikan analisis spasial keterjangkauan fasilitas kesehatan berupa Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Bukittinggi menggunakan platform Geo Mapid. Dengan pendekatan buffer dan isochrone, kajian ini mengidentifikasi wilayah-wilayah yang belum terlayani secara optimal dan memberikan rekomendasi berbasis data untuk pemerataan layanan kesehatan.

18 menit baca

105 dilihat

1 Data

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat
  • mapid-ai-maskot