Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus: Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

25/11/2022 • Ma'ruf Arief Fadillah

Bangunan

Jalan

Indeks Kepadatan Penduduk

Ketinggian

Sumber Energi Listrik

Tower Telekomunikasi Pusat

Prioritas Pembangunan BTS

Analisis Lokasi Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) dalam Mendukung Pemerataan Pembangunan Infrastruktur Telekomunikasi di Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) (Studi Kasus : Pulau Ransang, Kabupaten Meranti)


Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)
Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus: Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)
Apakah kalian tau jika pemerataan jaringan telekomunikasi di Indonesia belum sepenuhnya maksimal? Sebagaimana negara-negara maju lainnya. Banyak sekali kawasan 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia yang masih minim akan jaringan telekomunikasi. Hal ini sangat berbeda dengan kawasan perkotaan di Indonesia. Tidak adil bukan? Proyek ini kami buat untuk membantu pemerintah dalam memaksimalkan pemerataan jaringan telekomunikasi di Kawasan 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) dengan mengambil studi kasus: Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti dan berfokus pada anilisis lokasi prioritas pembangunan BTS (Base Transceiver Station).

LATAR BELAKANG

Infrastruktur telekomunikasi menjadi peran penting terhadap perkembangan teknologi di Indonesia. Meningkatnya perkembangan infrastruktur telekomunikasi khususnya telepon seluler dikarenakan semakin banyak kebutuhan mengenai penggunaan jaringan internet. Jaringan internet yang tidak merata di Indonesia, menjadi alasan diperlukannya peningkatan akan infrastruktur telekomunikasi. Peningkatan tersebut diantaranya dengan memperluas jaringan sinyal telepon seluler serta pemerataan jaringan internet hingga ke pelosok daerah dan kecamatan. Dalam upaya peningkatan infrastruktur telekomunikasi, maka dibangun stasiun induk (Base Station), atau yang sering disebut dengan BTS (Base Transceiver Station). BTS (Base Transceiver Station) merupakan antena atau pemancar yang menerima dan meneruskan sinyal dari operator telepon seluler ke pelanggan atau sebaliknya (Ismail, Maharon, & Lindra, 2015). Hal ini membuat adanya pengelolaan yang berperan dalam pembangunan berkelanjutan. SDGs (Sustainable Development Goals) memberikan pembangunan berkelanjutan untuk membangun infrastruktur kuat, mempromosikan industrialisasi berkelanjutan dan mendorong inovasi melalui SDGs 9 (Sustainable Development Goals 9) menjadi kunci dalam pembangunan di masa depan.

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Pemerataan jaringan internet di Indonesia belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat di daerah terisolasi, terpencil dan terluar. Kesenjangan akan pemerataan jaringan sangat terlihat jelas di pelosok daerah. Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) yang sangat minim di pelosok daerah berpengaruh terhadap jangkauan sinyal yang diberikan ke pemukiman warga. Bahkan penduduk harus menempuh perjalanan puluhan kilometer hanya umtuk mendapatkan jaringan internet. Hal itu dikarenakan jumlah BTS (Base Transceiver Station) yang hanya terdiri dari satu atau dua buah saja. Bahkan peletakkan BTS (Base Transceiver Station) ini dinilai masih kurang strategis, dimana daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi tidak terdapat BTS (Base Transceiver Station). Kondisi itu dialami warga di wilayah Pulau Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Kesulitan akses internet memberikan dampak terhadap penduduk setempat khusunya sejumlah siswa Sekolah Dasar di Pulau Rangsang. Para siswa harus berebut sinyal saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang terganggu dikarenakan akses internet yang hilang. Bahkan, mereka terpaksa mengerjakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) langsung dibawah tower pemancar telekomunikasi atau BTS (Base Transceiver Station). Selain itu, siswa harus rela berlarian dari sekolah menuju tower BTS (Base Transceiver Station) dan berharap di tempat tersebut terdapat jaringan internet yang kuat sehingga dapat menyelesaikan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Tidak hanya itu saja, tower pemancar telekomunikasi juga seringkali mengalami error sehingga merugikan penduduk di Pulang Rangsang.

Pembangunan BTS (Base Transceiver Station) dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam pemerataan jaringan internet di daerah pelosok, dengan memeperhatikan faktor-faktor yang dapat berdampak besar terhadap pemerataan jaringan internet. Faktor-faktor tersebut adalah topografi, akses jalan, ketersediaan sumber energi listrik, permukiman, kepadatan penduduk dan jarak ke tower utama.

Oleh karena itu, proyek yang kami lakukan bertujuan untuk menganalisis lokasi yang memiliki urgensi tinggi pembangunan stasiun induk (Base Station), atau yang sering disebut dengan BTS (Base Transceiver Station) dengan memaksimalkan jangkauan terhadap jangkauan cakupan wilayah. Hal tersebut sangat sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan nomor 9 dalam SDGs (Sustainable Development Goals). Adanya analisis ini diharapkan menjadi gambaran pemerintah bahwa pemerataan pembangunan BTS masih belum tersebar secara merata di Indonesia.

TUJUAN

Tujuan dari proyek ini adalah untuk memberikan solusi terhadap permasalahan jaringan internet di wilayah Pulau Rangsang. Solusi tersebut berupa peta lokasi prioritas untuk dilakukan pembangunan menara BTS baru. Dari hasil peta tersebut kami memberikan rekomendasi titik strategis pembangunan menara BTS baru untuk mencapai pemerataan infrastruktur telekomunikasi di Pulau Rangsang.

MANFAAT

Manfaat dari proyek ini antara lain sebagai berikut :

  1. 1.
    Bagi pemerintah Pulau Rangsang, hasil ini dapat dijadikan pertimbangan dalam melaksanakan pembangunan dan pemerataan infrastruktur telekomunikasi di Pulau Rangsang.
  1. 2.
    Bagi masyarakat Pulau Rangsang, adanya pembangunan menara BTS baru di Pulau Rangsang akan mempermudah masyarakat dalam mengakses jaringan internet sehingga permasalahan terkait hal tersebut dapat teratasi.
  1. 3.
    Bagi Publik, publikasi proyek ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi maupun bacaan untuk menambah pengetahuan terhadap implementasi SIG dalam kehidupan sehari-hari.
  1. 4.
    Bagi pelaksana proyek, hal ini dapat menjadi sarana pembelajaran serta pengimplementasian ilmu yang didapat selama perkuliahan.

PERANGKAT DAN DATA

  • Perangkat

Perangkat yang digunakan dalam proyek ini berupa perangkat lunak antara lain sebagai berikut :

  1. 1.
    MAPID Editor
  1. 2.
    MAPID Viewer
  1. 3.
    Mapid 3D
  1. 4.
    ArcGIS
  1. 5.
    Microsoft Excel
  • Data

Data yang digunakan dalam penentuan lokasi pembangunan menara BTS berupa data sekunder yang didapat dari berbagai sumber yang bersifat open source. Adapun data tersebut antara lain sebagai berikut :

  1. 1.
    Data elevasi permukaan tanah Pulau Rangsang (DEM) (Sumber : DEMNAS Badan Informasi Geospasial)
  1. 2.
    Data batas administrasi Pulau Rangsang (Sumber : Inageoportal)
  1. 3.
    Data bangunan Pulau Rangsang (Sumber : Inageoportal)
  1. 4.
    Data jalan Pulau Rangsang (Sumber : Inageoportal)
  1. 5.
    Data indeks kepadatan penduduk (Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil)
  1. 6.
    Data menara telekomunikasi utama Pulau Rangsang (Sumber : Inageoportal)

METODE

Multi Criteria Decision Making (MCDA) merupakan suatu metode yang menyediakan pendekatan kuantitatif yang sistematis untuk mendukung pengambilan keputusan dalam masalah yang melibatkan beberapa kriteria dan alternatif. Tujuannya adalah untuk membantu para pembuat keputusan (Decision Maker) membuat keputusan yang lebih konsisten dengan memperhatikan faktor-faktor obyektif dan subyektif penting, terutama kebutuhan pengguna (Gani, 2017). Ada berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam menentukan pengambilan keputusan salah satunya adalah AHP. 

Analytic Hierarchy Process atau AHP merupakan algoritma pengambilan keputusan untuk permasalahan multi kriteria (Multi Criteria Decision Making atau MCDM) yang dikembangkan oleh Saaty. Permasalahan multikriteria dalam AHP dapat digambarkan dalam bentuk hierarki yang terdiri dari tiga bagian utama yakni tujuan atau goal dari pengambilan keputusan, kriteria penilaian dan alternatif pilihan (Saaty, 1980).

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Metode AHP bertujuan untuk menentukan besaran peran dari masing-masing kriteria yang digunakan dalam menentukan daerah prioritas pembangunan menara BTS di Pulau Rangsang. Ada 6 kriteria yang digunakan dalam proyek ini antara lain ketersediaan energi listrik, kepadatan penduduk di Pulau Rangsang, adanya akses jalan ke lokasi pembangunan menara BTS, elevasi permukaan tanah, jarak lokasi pembangunan dengan menara telekomunikasi utama, serta jarak lokasi pembangunan dengan pemukiman penduduk. Tingkat kepentingannya ditentukan berdasarkan skala Saaty. Skala Saaty menentukan perbandingan berpasangan antara dua parameter yang dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun relatif dari derajat kesukaan, kepentingan, atau perasaan yang didukung oleh pendapat para ahli dan berbagai sumber referensi (Atmanti, 2008). Setiap kriteria memiliki tingkat kepentingan masing-masing dalam pengambilan keputusan.

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti) Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti) Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Setelah keseluruhan proses penentuan skala Saaty dilakukan, maka dilakukan pembentukan matriks perbandingan berpasangan. Misalkan, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2, …, An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pairwise Comparison. Maka hasil perbandingan dari elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks A berukuran n × n sebagai berikut:

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Setelah melakukan perhitungan matriks perbandingan berpasangan, selanjutnya lakukan perhitungan Eigen Value dan Eigen Vector. Dalam Aljabar Linear, Eigen Value adalah nilai karakteristik dari suatu matriks berukuran n x n, sementara Eigen Vector adalah vektor kolom bukan nol yang bila dikalikan dengan suatu matriks berukuran n x n akan menghasilkan vektor lain yang memiliki nilai kelipatan dari vektor Eigen itu sendiri. Perhitungan Eigen Value dan Eigen Vector memenuhi persamaan 

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

untuk m x 1 vektor x tidak sama dengan 0, disebut eigen value dari A. Vektor x disebut eigen vektor dari A yang berhubungan dengan eigenvalue l, dan persamaan diatas disebut persamaan eigen value - eigen vektor A. Dalam penilaian perbandingan berpasangan sering terjadi ketidak konsistenan dari pendapat/preferensi yang diberikan oleh pengambil keputusan. Konsistensi dari penilaian berpasangan tersebut dievaluasi dengan menghitung Consistency Ratio (CR). Thomas Lorie Saaty menetapkan apabila CR ≤ 0,1, maka hasil penilaian tersebut dikatakan konsisten. Saaty telah membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus:

CI = (nilai eigen terbesar dari matriks ordo n - ordo matriks) / (ordo matriks - 1)

Hasil eigen vector dari perhitungan AHP akan dijadikan sebagai bobot untuk setiap masing-masing kriteria. Berikut adalah bobot kriteria penentuan lokasi prioritas pembangunan menara BTS Pulau Rangsang :

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Setelah mendapatkan bobot dari masing-masing parameter, selanjutnya adalah melakukan menentukan lokasi prioritas pembangunan menara BTS di Pulau Ransang dengan menggunakan weighted overlay pada ArcGIS. Sehingga hasil akhir berupa daerah dengan tingkat prioritas sesuai bobot dan kriteria yang telah dibuat.Alur pekerjaan secara jelas dapat dilihat pada diagram alir berikut : 

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Prioritas Pembangunan BTS ditinjau dari Analisis Tiap Parameter

  • Topografi
Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Derah Pulau Rangsang memiliki topografi yang bervariasi dengan elevasi permukaan tanah terendah adalah 0 m diatas permukaan laut (MDPL) sedangkan elevasi tertinggi adalah 27,2841 m diatas permukaan laut. Topografi Pulau Rangsang diklasifikasi menjadi 3 yakni topografi rendah (0 - 4 m) yang ditandai dengan warna hijau, topografi sedang (4 - 12 m) yang ditandai dengan warna kuning, dan topografi tinggi (>12 m) yang ditandai dengan warna merah. Secara keseluruhan, Pulau Rangsang didominasi oleh topografi sedang yang tersebar di seluruh Pulau Rangsang. Sementara daerah dengan topografi rendah berada di wilayah barat dan topografi tinggi berada di wilayah timur hingga tengah Pulau Rangsang.

Ketinggian permukaan tanah memiliki pengaruh terhadap pembangunan menara BTS. Permukaan tanah yang memiliki ketinggian tinggi akan membantu menara BTS memancarkan gelombang sinyal dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Sebaliknya, jika menara BTS dibangun pada daerah dengan ketinggian yang rendah maka wilayah jangkauan sinyal akan semakin menyempit sehingga gelombang sinyal tidak maksimal. Pembangunan menara BTS disarankan pada wilayah dengan topografi yang tinggi dan tidak disarankan melakukan pembangunan BTS pada topografi yang rendah.

Sehingga berdasarkan kriteria topografi, daerah yang disarankan untuk menjadi lokasi pembangunan menara BTS adalah daerah timur hingga bagian tengah Pulau Rangsang, hal ini disebabkan daerah tersebut memiliki topografi tinggi hingga sedang sehingga dapat memaksimalkan jangkauan gelombang sinyal dari menara BTS nantinya.

  • Akses Jalan
Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Berdasarkan visualisasi data, Pulau Rangsang memiliki akses jalan yang sebagian besar berada di daerah pesisir pulau. Sementara akses jalan ke tengah pulau sangat minim, hal ini kemungkinan akibat permukiman masyarakat yang berada di daerah pesisir sehingga akses jalan seluruhnya dibangun pada kawasan pesisir Pulau Rangsang. 

Lokasi menara BTS harus memiliki akses jalan yang dapat dilewati oleh transportasi darat seperti mobil pick-up atau kendaraan lainnya.  Hal ini penting untuk menjaga pemeliharaan menara BTS seperti pengecekan rutin atau perbaikan apabila menara BTS mengalami kerusakan akses.

Lokasi pembangunan menara BTS yang disarankan adalah lokasi yang dekat dengan ketersediaan akses jalan dan lokasi yang tidak disarankan adalah lokasi yang tidak memiliki atau jauh dari ketersediaan akses jalan.
  • Jarak ke Tower Utama
Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Menara BTS berfungsi sebagai pengirim dan penerima sinyal radio ke perangkat komunikasi seperti telepon seluler, laptop, dan lainnya. Berdasarkan hasil visualisasi data diatas, menara telekomunikasi utama di Pulau Rangsang masih sangat minim dengan jumlah tower sebanyak 16 buah.

Hal ini tentu mengakibatkan sebagian daerah di Pulau Rangsang masih mengalami kesulitan mendapatkan jaringan sinyal. Sehinga, perlu dibangun menara BTS baru di daerah tertentu yang belum memiliki menara telekomunikasi atau BTS. Menara BTS dibangun secara merata di seluruh wilayah untuk mengoptimalkan proses telekomunikasi masyarakat. Untuk memaksimalkan fungsi menara BTS maka pembangunan BTS baru disarankan pada wilayah yang belum memiliki atau jauh dari tower BTS.

Lokasi yang disarankan untuk dibangun menara BTS baru adalah lokasi yang jauh dari tower utama, sedangkan lokasi yang tidak disarankan jika dekat atau bersebelahan dengan tower telekomunikasi utama atau BTS.
  • Pemukiman
Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Berdasarkan hasil visualisasi permukiman, masyarakat Pulau Rangsang tinggal di daerah pesisir dan wilayah yang dekat dengan pantai. Hal ini sesuai dengan kondisi jalan sebelumnya dimana akses jalan sebagian besar dibangun di pesisir pulau. Untuk mengoptimalkan manfaat menara BTS bagi masyarakat, pembangunan menara BTS diprioritaskan dilakukan dekat dengan wilayah pemukiman, sehingga masyarakat dapat menerima jaringan sinyal dengan optimal. Sementara pada wilayah yang tidak memiliki pemukiman masyarakat, pembangunan menara BTS  dapat dilakukan setelah seluruh wilayah pemukiman memiliki BTS dan menerima jaringan sinyal dengan baik. Namun pembangunan dekat pemukiman warga juga harus memperhatikan jarak aman antara tempat tinggal masyarakat dengan menara BTS, hal ini dikarenakan pancaran gelombang dari menara BTS dapat menghasilkan radiasi yang dapat mengganggu kesehatan manusia apabila terpapar dalam jangka waktu yang lama.

Semakin dekat dengan pemukiman, semakin tinggi prioritas pembangunan menara BTS.
  • Kepadatan Penduduk
Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Pembangunan menara BTS diprioritaskan diakukan pada pemukiman atau kawasan yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, hal ini disebabkan semakin padat di suatu kawasan maka semakin banyak penduduk yang membutuhkan jaringan telekomunikasi sehingga pembangunan menara BTS dalam jumlah banyak diperlukan. Setelah pembangunan menara BTS dilakukan pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, maka selanjutnya pembangunan menara BTS dapat dilakukan pada kawasan dengan kepadatan penduduk yang rendah.

Semakin tinggi kepadatan penduduk, semakin besar prioritas pembangunan menara BTS.
  • Ketersediaan Energi Listrik
Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Hal terpenting dalam pembangunan menara BTS adalah ketersediaan energi listrik. Lokasi menara BTS yang dekat dengan sumber energi listrik akan mempermudah penyaluran daya listrik ke menara BTS. Sementara lokasi menara BTS yang jauh dari sumber energi listrik akan mempersulit penyaluran daya listrik ke menara BTS. Dari hasil visualisasi data diatas sumber energi listrik sebagian besar berada di daerah barat Pulau Rangsang sementara daerah timur tidak memiliki sumber listrik sama sekali. Hal ini tentu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dimana untuk membangun menara BTS di daerah timur membutuhkan daya listrik yang cukup untuk dialirkan dari sumber listrik di barat. Solusi lainnya yang dapat dilakukan adalah membangun sumber energi listrik baru di daerah timur Pulau Rangsang sehingga pemerataan infrastruktur dapat terlaksana secara optimal di Pulau Rangsang.

Pembangunan menara BTS disarankan pada lokasi yang dekat dengan sumber energi listrik.

Lokasi Prioritas Pembangunan BTS Berdasarkan Analisis menggunakan Metode AHP

Dari pengolahan dengan metode AHP diperoleh hasil sebagai berikut:

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti) Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti) Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Dari hasil tersebut lokasi prioritas diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: prioritas rendah, prioritas sedang, dan prioritas tinggi. Prioritas rendah divisualisasikan dengan warna hijau, prioritas sedang dengan warna kuning, dan prioritas tinggi dengan warna merah. Dari hasil visualisasi terlihat bahwa daerah Pulau Ransang bagian timur memiliki prioritas pembangunan menara BTS yang lebih tinggi dibanding Pulau Ransang bagian barat. Daerah dengan prioritas tinggi mencakup wilayah Tanjung Medang dan Tanjung Bakau. Sementara itu, daerah dengan prioritas sedang mencakup wilayah Tanjung Samak, Teluk Samak, Gemala Sari, dan Tanjung Kedabu.

Berdasarkan hasil analisis dari setiap kriteria dan metode AHP, lokasi prioritas pembangunan menara BTS diutamakan pada daerah timur dan timur laut yakni Tanjung Medang dan Tanjung Bakau, hal ini disebabkan kedua daerah tersebut belum memiliki menara BTS sama sekali, sehingga urgensi pembangunan menara BTS di kedua daerah tersebut sangat tinggi. Hal ini juga didukung oleh parameter lainnya seperti kepadatan penduduk yang tergolong sedang, topografi tinggi yang menjadikan lokasi strategis untuk dibangun menara BTS, daerah tersebut juga memiliki akses jalan yang memadai sehingga daerah Tanjung Medang dan Tanjung Bakau memiliki prioritas tinggi untuk dibangun menara BTS. 

Daerah lainnya seperti Tanjung Samak, Teluk Samak, Gemala Sari, dan Tanjung Kedabu juga memiliki urgensi pembangunan menara BTS yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan menara telekomunikasi yang dirasa masih belum cukup untuk meningkatkan kualitas pelayanan jaringan sinyal kepada masyarakat. Sehingga daerah tersebut direkomendasikan untuk melakukan penambahan jumlah menara BTS. Sementara daerah barat seperti Kedabu Rapat, Sungai Cina, Sendaur, Bokor dan daerah lainnya di barat memiliki tingkat prioriats yang rendah. Hal ini disebabkan selain karna topografi yang rendah, menara telekomunikasi atau BTS yang ada disana sudah dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga pembangunan menara BTS di daerah barat tidak diprioritaskan. 

Lokasi Rekomendasi pembangunan Menara BTS di Pulau Rangsang

Pemerataan Infrastruktur Telekomunikasi pada Wilayah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) di Indonesia (Studi Kasus:
Pulau Rangsang, Kabupaten Meranti)

Dari hasil analisis berdasarkan setiap kriteria dan metode AHP yang telah dijelaskan sebelumnya, kami memberikan solusi tambahan yakni titik rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai lokasi pembangunan menara BTS, ada 6 titik secara keseluruhan dimana titik disebar berdasarkan kriteria serta tingkat prioritas daerah yang membutuhkan tambahan menara BTS. Titik rekomendasi yang kami sarankan adalah di daerah Teluk Samak, Tanjung Medang, Tanjung Bakau dan Tanjung Samal. Hal ini disebabkan daerah tersebut masih kekurangan menara BTS bahkan di daerah Tanjung Medang dan Tanjung Bakau masih belum terdapat menara BTS, daerah lainnya dinilai memiliki jarak yang cukup jauh dari menara BTS terdekat sehingga perlu adanya penambahan menara BTS. Hal ini juga didukung dengan topografi dan kepadatan penduduk daerah tersebut yang cukup banyak sehingga urgensi pembangunan menara BTS semakin tinggi. Namun, kelemahan dari titik rekomendasi ini adalah jarak dengan sumber daya listrik yang sangat jauh. Hal ini disebabkan sebaran sumber energi listrik di Pulau Rangsang hanya terdapat di daerah barat saja sedangkan daerah timur tidak memiliki sumber energi listrik sama sekali. Sehingga untuk mendirikan menara BTS di titik rekomendasi memerlukan daya listrik yang cukup besar dari sumber energi listrik di timur Pulau Rangsang.

KESIMPULAN

Berdasarkan proyek yang telah kami lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

Pembangunan BTS di Pulau Rangsang disarankan pada 2 lokasi dengan tingkat prioritas tinggi dan prioritas sedang. Lokasi dengan prioritas pembangunan BTS yang tinggi terletak di bagian timur dan timur laut Pulau Rangsang yang mencakup wilayah Tanjung Medang dan Tanjung Bakau. Wilayah dengan prioritas pembangunan BTS sedang mencakup wilayah Tanjung Samak, Teluk Samak, Gemala Sari, dan Tanjung Kedabu.
Berdasarkan hasil analisis kriteria dan metode AHP, terdapat 6 titik rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai lokasi pembangunan menara BTS. Titik tersebut berada pada wilayah Teluk Samak, Tanjung Medang, Tanjung Bakau dan Tanjung Samal.

DAFTAR PUSTAKA

Atmanti, H. (2008). Analytical Hierarchy Process Sebagai Model yang Luwes. Prosiding INSAHP5, ISBN : 978-979-97571-4-2.
Gani, F.Q. (2017). Analisis Keberlanjutan Energi Pada Industri Gula Menggunakan Multi Criteria Decision Analysis (MCDA). Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 3.
Infozech.com, 2017. Remote Monitoring Solution (RMS) – A New Network. [Online] Available atk/ [Accessed 27 November 2022].
Saaty, T. (1980). Decision making with the analytical hirearchy process. In International Journal of Services Sciences (pp. 83-98).

WRITER

Dhany Eka Pramesta Putra, Nadia Caroline, Ma'ruf Arief Fadillah

Data Publications