Analisis Kawasan Prioritas Pembangunan Rusunawa MBR di Kota Bandung

29 September 2025

By: Fadhia Habiba Ayyumi

Open Project

Prioritas Pembangunan Rusunawa MBR di Kota Bandung

Analisis Prioritas Pembangunan Rusunawa MBR di Kota Bandung

I. Latar Belakang

Perumusan kebijakan pembangunan perumahan di kota metropolitan seperti Kota Bandung selalu dihadapkan pada tantangan pelik antara laju pertumbuhan penduduk, keterbatasan lahan, dan pemenuhan hak dasar akan hunian layak, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pesatnya laju urbanisasi telah menjadikan Bandung sebagai salah satu kota terpadat di Jawa Barat, dengan populasi mencapai lebih dari 2,59 juta jiwa pada 2024 (BPS Kota Bandung, 2025) yang secara langsung memicu krisis lahan dan lonjakan harga properti di kota ini.

Hal ini membuat Kota Bandung tidak terhindarkan dari masalah permukiman kumuh yang tersebar di berbagai wilayah. Bahkan pada tahun 2021, seluas 468 ha lahan permukiman di Kota Bandung teridentifikasi sebagai permukiman kumuh (Pemerintah Kota Bandung, 2022). Permasalahan ini diperburuk dengan backlog perumahan pada tingkat regional yang terus meningkat, sementara kebutuhan hunian untuk MBR diproyeksikan terus membesar seiring pertumbuhan penduduk. Kondisi ini menciptakan celah besar antara kebutuhan riil dan daya beli MBR.

Menanggapi dilema spasial dan sosial-ekonomi ini, pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (rusunawa) telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bandung sebagai solusi strategis untuk efisiensi lahan dan penataan kawasan kumuh (Perda Kota Bandung No. 6 Tahun 2014; Perwal Kota Bandung No. 3 Tahun 2025). Kebijakan ini juga didukung oleh upaya nasional untuk mendorong hunian vertikal sehingga memerlukan luas lahan yang lebih sedikit. Namun, keberhasilan rusunawa sangat bergantung pada pemilihan lokasi yang tepat, yang tidak hanya mempertimbangkan ketersediaan lahan milik pemerintah, tetapi juga harus memperhatikan faktor trade-off antara keterjangkauan biaya sewa dan biaya transportasi bagi MBR menuju lokasi kerja dan pusat kegiatan ekonomi.

Di sisi lain, masih ditemukan berbagai macam permasalahan yang terjadi pada rusunawa MBR yang ada di Kota Bandung, mulai dari antrian yang sangat panjang untuk tinggal di rusunawa karena jumlah unit rusun terbatas sementara kuantitas MBR tinggi, lokasi rusunawa yang jauh dari pusat perekonomian dan industri, kelengkapan fasum dan fasos rusunawa yang belum merata, jangka waktu sewa rusun maksimal hanya 10 tahun, hingga didapati penghuni rusunawa yang bukan MBR. Fakta-fakta tersebut mengantarkan kepada isu utama terkait hunian bagi MBR di Kota Bandung, yaitu penyediaan dan pengelolaan rusunawa yang belum optimal. Isu utama ini dihasilkan dari berbagai isu yang melatarbelakanginya, seperti minimnya produksi rusunawa, lemahnya pengelolaan penghunian dalam rusunawa, ketidaksesuaian lokasi, fasilitas yang belum merata, hingga keterbatasan regulasi terkait pendanaan rusunawa.

Rencana pembangunan dalam hal penambahan kuantitas rusunawa sangat perlu dilakukan karena saat ini hanya terdapat 3 rusunawa MBR di Kota Bandung, yaitu rusunawa Cingised, Sadang Serang, dan Rancacili. Oleh karena itu, identifikasi terkait wilayah prioritas pembangunan rusunawa MBR di Kota Bandung menjadi penting untuk dilakukan sebagai landasan kebijakan yang lebih tepat sasaran. Melalui analisis spasial, kesesuaian lokasi, ketersediaan sarana dan prasarana, serta kondisi demografi dapat dipetakan secara objektif, memastikan rusunawa dapat mengatasi masalah hunian MBR secara efisien.

II. Metode

Penggunaan variabel dalam kajian ini merujuk pada penelitian Alfina & Ariastita (2020) dan Rahma et al. (2020) dengan penyesuaian terhadap beberapa indikator lain yang berkaitan dengan kondisi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kota Bandung. Variabel dan indikator yang digunakan dapat terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Variabel dan Indikator yang Digunakan

Pengolahan data dilakukan dengan perhitungan statistik menggunakan metode analisis deskriptif sederhana pada Microsoft Excel. Pada indikator-indikator yang ada dilakukan pengkategorian, kemudian dilanjutkan dengan pemberian skor pada masing-masing kategori. Hal ini dilakukan pada setiap indikator sebagaimana pada tabel di atas (kecuali indikator kesesuaian dengan RTRW dan ketersediaan jaringan jalan) sehingga kemudian menghasilkan kawasan prioritas pembangunan rusunawa di Kota Bandung. Terdapat tiga kelas prioritas yang dibuat, yaitu Prioritas I, Prioritas II, dan Prioritas III. Hasil perhitungan kemudian diolah menggunakan software ArcGIS Pro sehingga menghasilkan peta potensi kawasan prioritas pembangunan rusunawa MBR di Kota Bandung.

III. Hasil dan Pembahasan

Indikator-indikator spasial yang digunakan dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Peta ini menggambarkan bagaimana sebaran kepala keluarga (KK) MBR di Kota Bandung, sarana pendidikan (SD, SMP, dan SMA), sarana kesehatan (rumah sakit dan puskesmas), serta jaringan jalan yang tersedia. Setiap 1 titik (1 dot) mewakili 100 KK MBR yang ada.

Peta Indikator Prioritas Pembangunan Rusunawa

Peta di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan, Kota Bandung memiliki sarana pendidikan dan kesehatan yang tersebar di setiap kecamatannya. Jaringan jalan arteri dan kolektor pun secara umum sudah melewati tiap-tiap kecamatan, meskipun tidak dalam kuantitas dan kualitas yang sama. Lain halnya dengan sebaran KK MBR yang tidak merata. Terdapat beberapa kecamatan yang memiliki jumlah KK MBR lebih banyak, yaitu Kecamatan Cicendo (21.121 KK), Kiaracondong (18.799 KK), dan Babakan Ciparay (10.436 KK). Hal ini mengindikasikan bahwa MBR cenderung bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu. Gambaran indikator-indikator ini memperkuat argumentasi bahwa memetakan kawasan prioritas untuk pembangunan rusunawa menjadi langkah penting yang harus dilakukan agar pembangunan yang dilakukan dapat tepat sasaran.

Peta hasil analisis yang menunjukkan wilayah prioritas pembangunan rusunawa MBR di Kota Bandung

Dari hasil pengolahan data, diperoleh Peta Kawasan Prioritas Pembangunan Rusunawa MBR di Kota Bandung seperti pada Gambar 2 di atas. Peta ini menunjukkan bahwa kawasan yang merupakan kawasan Prioritas I, atau dapat dikatakan sebagai prioritas utama untuk dilakukan pembangunan rusunawa MBR, berlokasi di Kecamatan Babakan Ciparay dan Kecamatan Cicendo (wilayah yang disimbolkan dengan warna merah). Karakteristik kedua kecamatan ini antara lain memiliki area kumuh yang luas, jumlah rumah tidak layak huni (RTLH) tinggi, sarana pendidikan dan kesehatan memadai, ketersediaan jaringan jalan arteri dan kolektor, kepadatan penduduk yang cukup tinggi, serta jumlah KK MBR tinggi. Hal ini juga menunjukkan kesesuaian dengan peta RTRW Kota Bandung (Gambar 3), bahwa Kecamatan Babakan Ciparay dan Cicendo didominasi oleh Kawasan Perumahan Kepadatan Tinggi (disimbolkan dengan warna kuning tua) di mana keduanya juga didapati area perdagangan, jasa, serta industri dan pergudangan.

Peta RTRW Kota Bandung 2011-2031

Berikut ini adalah fakta wilayah dari Kecamatan Babakan Ciparay dan Cicendo yang mendukung hasil analisis yang telah didapatkan.

Kecamatan Babakan Ciparay:

  • Dikenal memiliki luasan kawasan kumuh terbesar di Kota Bandung seluas 70,61 ha pada tahun 2021. Kelurahan seperti Sukahaji (30,85 ha) dan Babakan (17,41 ha) merupakan kontributor utama luasan kumuh Kota Bandung (Opendata Bandung, 2024; Detikjabar, 2022). Kekumuhan dicirikan oleh kepadatan bangunan tinggi dan kondisi sanitasi atau drainase yang buruk.
  • Merupakan wilayah “kantong” MBR dan pekerja non-formal. Kawasan padat penduduk dengan masalah kepadatan bangunan dan keterbatasan lahan terbuka, menjadikannya lokasi ideal untuk vertikalisasi (rusunawa) untuk penataan permukiman.

Kecamatan Cicendo:

  • Menjadi kecamatan dengan luasan kumuh terbesar kedua sebesar 60,32 ha pada 2021. Keluragan Sukaraja menjadi wilayah dengan luas kawasan kumuh terbesar di kecamatan ini, yaitu seluas 37,43 ha diikuti oleh Kelurahan Pajajaran seluas 15,64 ha (Detikjabar, 2022).
  • Merupakan wilayah pusat dan strategis. Kecamatan Cicendo berdekatan dengan pusat kota, Stasiun Bandung, dan area komersial (Bandung Utara), membuat harga lahan sangat mahal dan konflik ruang bagi MBR sangat tinggi. Aksesibilitas sangat tinggi ke pusat kota menjadikannya lokasi ideal jika mempertimbangkan biaya transportasi dan biaya perumahan bagi MBR.
  • Kecamatan Cicendo menjadi target rencana infrastruktur perkotaan berdasarkan RTRW Kota Bandung (Gambar 3).

IV. Kesimpulan

Kajian ini menitikberatkan pada pengidentifikasian kawasan yang dapat menjadi prioritas untuk pembangunan rusunawa bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kota Bandung sebagai salah satu upaya perencanaan pembangunan perkotaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kawasan Prioritas I untuk pembangunan Rusunawa MBR secara optimal berlokasi di Kecamatan Babakan Ciparay dan Kecamatan Cicendo. Kedua wilayah ini memenuhi kriteria ganda, yaitu secara sosial merupakan kantong MBR dan kawasan kumuh terbesar (Babakan Ciparay: 70,61 Ha; Cicendo: 60,32 Ha) dan secara strategis memiliki aksesibilitas tinggi serta kesesuaian tata ruang (Kawasan Kepadatan Tinggi) sehingga memungkinkan Rusunawa mengatasi masalah hunian sekaligus menawarkan solusi keseimbangan antara biaya sewa dan biaya transportasi bagi MBR. Oleh karena itu, rekomendasi kebijakan harus menekankan vertikalisasi kawasan padat dan sentral seperti Kecamatan Babakan Ciparay dan Cicendo untuk memastikan intervensi hunian tidak hanya efisien, tetapi juga secara nyata meningkatkan kualitas hidup dan aksesibilitas ekonomi bagi MBR di Kota Bandung.

Daftar Pustaka

Alfina, A. N. & Ariasta, P. G. (2020). Penentuan Lokasi Rusunawa di Kawasan Surabaya Timur. JURNAL TEKNIK ITS, 9(2).

Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2022). Jumlah Kepala Rumah Tangga Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Non Masyarakat Berpenghasilan Rendah Menurut Kecamatan di Kota Bandung, 2021. Kota Bandung: BPS.

Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2022). Kota Bandung dalam Angka 2025. Kota Bandung: BPS.

Detikjabar. (2022). https://www.detik.com/jabar/berita/d-6144309/dpkp-ungkap-penyebab-munculnya-kawasan-kumuh-di-kota-bandung.

Rahma, N. A., Rahayu, P., & Hardiana, A. (2020). Pemilihan Lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa: Studi Kasus Rusunawa Putri Cempo, Surakarta. Desa-Kota, 2(2), 158–174.

Wijaya, K., Permana, A. Y., & Swanto, N. (2017). Kawasan Bantaran Sungai Cikapundung Sebagai Permukiman Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Bandung. Jurnal Arsitektur ARCADE, 1(2), 57–68. DOI: 10.31848/arcade.v1i2.7.

Data Publikasi

Estimasi Biaya Pembebasan Lahan Rencana Pembangunan Jalan Baru di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar

Perencanaan Kota

29 Sep 2025

Indra Adi Nagara

Estimasi Biaya Pembebasan Lahan Rencana Pembangunan Jalan Baru di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar

Artikel ini membahas objek pembebasan lahan dan estimasi biaya pembebasan lahan dalam rencana pembangunan jalan baru di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar

6 menit baca

12 dilihat

1 Proyek

Menghadapi Ancaman Sesar Lembang: Analisis Spasial Fasilitas Kesehatan Aman untuk Posko Pengungsian

Penelitian

29 Sep 2025

Fathunajah Elsha Christalianingsih

Menghadapi Ancaman Sesar Lembang: Analisis Spasial Fasilitas Kesehatan Aman untuk Posko Pengungsian

Artikel ini menganalisis zona bahaya gempabumi di Jawa Barat untuk menentukan fasilitas kesehatan yang aman sebagai posko bencana. Hasilnya, lokasi yang berada di zona intensitas rendah–menengah, jauh dari sungai, dan di luar sesar aktif direkomendasikan sebagai posko pengungsian maupun posko sementara.

15 menit baca

39 dilihat

1 Proyek

Analisis Keterjangkauan dan Penentuan Lokasi Taman Publik di Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan

Perencanaan Kota

29 Sep 2025

Muhammad Yaslam Wafi

Analisis Keterjangkauan dan Penentuan Lokasi Taman Publik di Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan

Publikasi ini menganalisis keterjangkauan taman publik eksisting di Kecamatan Serpong dan penentuan lokasi baru untuk area yang belum tercakupi

10 menit baca

40 dilihat

2 Data

1 Proyek

Menuju Sustainable Waste Management: Analisis Potensi Lokasi untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Magelang Berbasis Sistem Informasi Geografis

Lingkungan

28 Sep 2025

Amelia Rizky Puspitasari MAPID TEAM

Menuju Sustainable Waste Management: Analisis Potensi Lokasi untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Magelang Berbasis Sistem Informasi Geografis

Solusi pemilihan lokasi TPA baru menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan berbasis spasial

10 menit baca

81 dilihat

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat