I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Kota Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi Lampung memiliki peran strategis dalam perekonomian wilayah Sumatra bagian selatan. Kota ini tidak hanya menjadi pusat pemerintahan, melainkan juga pusat perdagangan, jasa, pendidikan, dan pariwisata. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Bandar Lampung mencapai 1.077.664 juta jiwa pada tahun 2024 (Badan Pusat Statistik, 2024). dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi. Kondisi tersebut mendorong peningkatan permintaan terhadap berbagai jenis makanan siap saji yang cepat, praktis, dan memiliki cita rasa khas.
Selain faktor jumlah penduduk, Kota Bandar Lampung juga dikenal sebagai wilayah dengan keberagaman suku dan budaya. Suku Lampung sebagai penduduk asli hidup berdampingan dengan berbagai etnis pendatang, seperti Jawa, Minangkabau, Sunda, Bali, hingga Bugis (Syafrizal, 2019). Keberagaman ini berpengaruh besar terhadap perkembangan kuliner di Bandar Lampung, karena setiap kelompok etnis membawa serta tradisi makanan khas mereka. Hal ini menjadikan kota ini sebagai melting pot kuliner dengan cita rasa yang beraneka ragam dan memperkaya pilihan konsumsi masyarakat.
Keanekaragaman budaya tersebut menciptakan peluang besar bagi kuliner nusantara lain untuk berkembang. Misalnya, sate Padang yang berasal dari Minangkabau, bakso dan pecel lele dari Jawa, hingga ayam betutu dari Bali sudah diterima dengan baik oleh masyarakat Lampung. Dengan demikian, kuliner nasi bebek Madura memiliki peluang besar untuk masuk dan diterima oleh pasar lokal, karena masyarakat Lampung relatif terbuka terhadap variasi makanan baru selama memiliki cita rasa yang kuat, harga yang kompetitif, dan mudah diakses.
Tren perkembangan industri kuliner di perkotaan juga menunjukkan adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat. Masyarakat urban cenderung lebih sering mengonsumsi makanan di luar rumah karena keterbatasan waktu akibat aktivitas kerja maupun studi (Putri & Sari, 2020). Selain itu, adanya perkembangan teknologi digital melalui aplikasi pesan-antar makanan seperti GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood memperluas akses konsumen terhadap berbagai pilihan kuliner. Hal ini semakin memperkuat peluang pengembangan kuliner khas nusantara, termasuk nasi bebek Madura, di Kota Bandar Lampung.
Nasi bebek Madura adalah salah satu kuliner khas nusantara yang memiliki cita rasa unik, dengan daging bebek yang dibumbui secara khas, digoreng hingga renyah, serta disajikan dengan sambal pedas dan lalapan. Popularitas nasi bebek Madura telah berkembang di beberapa kota besar seperti Surabaya, Jakarta, hingga Yogyakarta. Namun, di Kota Bandar Lampung, keberadaan kuliner ini masih relatif terbatas jika dibandingkan dengan kuliner khas lain seperti pecel lele, ayam geprek, dan sate Padang. Hal ini menunjukkan adanya ceruk pasar yang dapat dimanfaatkan. Dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap kuliner khas nusantara, keberagaman suku yang mendukung keterbukaan terhadap variasi makanan, dan peluang pasar yang masih terbuka, pengembangan bisnis nasi bebek Madura di Bandar Lampung berpotensi menjadi usaha yang kompetitif.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan dari penelitian dan penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut:
-
1.Menganalisis potensi pasar nasi bebek Madura di Kota Bandar Lampung, khususnya di kawasan dengan aktivitas ekonomi yang tinggi.
-
2.Memberikan rekomendasi lokasi strategi bisnis yang sesuai dengan karakteristik konsumen perkotaan di Bandar Lampung.
II. Metode Penelitian
II.1 Lokasi Studi
Penelitian ini dilakukan di Kota Bandar Lampung, ibu kota Provinsi Lampung, yang terletak di ujung selatan Pulau Sumatra. Secara geografis, Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah sekitar 197,22 km² dengan jumlah penduduk 1.077.664 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2024). Kota ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, serta pintu gerbang utama Pulau Sumatra melalui Pelabuhan Panjang dan akses ke Jalan Tol Trans Sumatra. Keberagaman fungsi tersebut menjadikan Bandar Lampung sebagai salah satu kota dengan mobilitas penduduk yang tinggi, baik oleh masyarakat lokal maupun pendatang.

Kawasan penelitian difokuskan pada titik-titik strategis di dalam kota yang dianggap memiliki potensi pasar kuliner besar, yaitu area sekitar kampus, kawasan perdagangan dan perkantoran di Tanjungkarang dan Telukbetung, serta pusat komersial seperti Mall Boemi Kedaton. Pemilihan kawasan ini didasarkan pada kepadatan aktivitas masyarakat yang terekam melalui data spasial serta observasi lapangan.
II.2 Metode Analisis
Data-data yang digunakan dalam publikasi ini meliputi:
-
1.Batas Administrasi Kota Bandar Lampung (Sumber: Geo Mapid)
-
2.Persebaran Lokasi Eksisting Bebek Madura di Kota Bandar Lampung, termasuk kuliner sejenis nasi bebek Madura (Sumber: Google Maps)
-
3.Data Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kota Bandar Lampung (Sumber: Geo Mapid & BPS Kota Bandar Lampung, 2024)
Metode analisis yang digunakan dalam publikasi ini yaitu Heatmap Analysis dan Grid Analysis.
Heatmap Analysis digunakan untuk memvisualisasikan kepadatan titik-titik nasi bebek madura di Kota Bandar Lampung. Analisis ini membantu mengidentifikasi area dengan potensi konsumen yang tinggi berdasarkan konsentrasi aktivitas. Grid Analysis dilakukan dengan cara melakukan overlay beberapa parameter data yang tersedia pada fitur SINI pada Geo Mapid. Parameter-parameter yang digunakan meliputi kampus, pusat perbelanjaan, rumah makan sejenis, kawasan perkantoran, serta kepadatan penduduk. Analisis ini menghasilkan grid spasial yang memberikan gambaran tingkat kesesuaian lokasi untuk pengembangan bisnis nasi bebek Madura.
III. Pembahasan
III.1 Demografi
Kota Bandar Lampung merupakan salah satu kota terbesar di Pulau Sumatra dengan populasi yang signifikan dan struktur demografis yang dominan di kalangan usia produktif. Menurut data BPS Provinsi Lampung, pada tahun 2024 jumlah penduduk Bandar Lampung mencapai 1.077.664 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2024). Struktur demografis menunjukkan bahwa mayoritas penduduk berada pada usia produktif (15–59 tahun) yang mencapai sekitar 65,48% pada tahun 2024, diikuti oleh kelompok usia anak-anak (0–14 tahun) sebesar 24%, serta penduduk lanjut usia (> 60 tahun) sebesar 10,52% (Badan Pusat Statistik, 2024; Databoks, 2024). Dominasi usia produktif ini menggambarkan tingginya potensi konsumsi terutama pada sektor kuliner, termasuk makanan cepat saji dan makanan khas daerah.

Dari segi kepadatan, Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah sekitar 197,22 km², dengan rata-rata kepadatan mencapai 5.913 jiwa/km² (Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, 2024). Kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Tanjung Karang Timur dengan sekitar 21.220 jiwa/km², sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Teluk Betung Barat dengan 2.904 jiwa/km². Data-data demografis ini menunjukkan dominasi penduduk usia produktif yang besar serta distribusi spasial yang tidak merata di seluruh kecamatan. Fenomena tersebut memberikan potensi pasar yang luas bagi bisnis kuliner, terutama jika diarahkan ke daerah-daerah dengan kepadatan tinggi dan konsentrasi konsumen potensial seperti mahasiswa atau pekerja kantoran.
III.2 Persebaran Eksisting

Berdasarkan hasil pemetaan lokasi eksisting rumah makan yang menjual nasi bebek Madura di Kota Bandar Lampung menggunakan metode heatmap, terlihat bahwa jumlah titik persebaran masih relatif sedikit. Konsentrasi rumah makan yang menjual bebek Madura cenderung terpusat di beberapa kawasan strategis, terutama di sekitar Kecamatan Kedaton, Sukarame, dan Tanjung Karang. Kawasan tersebut memang dikenal sebagai pusat aktivitas mahasiswa dan masyarakat produktif karena berdekatan dengan kampus, pusat perbelanjaan, serta kawasan komersial.
Jika dibandingkan dengan Jakarta, keberadaan penjual nasi bebek Madura jauh lebih beragam dan jumlahnya signifikan. Di ibu kota, nasi bebek Madura telah menjadi salah satu kuliner malam populer yang mudah ditemui hampir di seluruh wilayah, khususnya di kawasan-kawasan padat aktivitas seperti Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Penjual nasi bebek Madura di Jakarta umumnya hadir dalam bentuk warung tenda atau gerobakan malam hari yang menyasar kalangan pekerja dan mahasiswa sebagai konsumen utama (Sukoco & Rahmawati, 2020). Fenomena ini memperlihatkan bahwa nasi bebek Madura sudah mengakar dalam kultur kuliner perkotaan di Jakarta, berbeda dengan kondisi di Bandar Lampung yang masih sangat terbatas. Minimnya jumlah penjual nasi bebek Madura di Bandar Lampung sekaligus menunjukkan adanya peluang besar untuk pengembangan bisnis kuliner ini. Dengan komposisi penduduk usia produktif yang dominan serta mobilitas malam hari yang cukup tinggi, kehadiran model usaha gerobakan seperti yang marak di Jakarta berpotensi diterima dengan baik oleh masyarakat Lampung.
III.3 Penentuan Lokasi Potensial
Selain menggunakan analisis heatmap, penelitian ini juga menerapkan Grid Analysis dengan memanfaatkan fitur SINI pada platform Geo Mapid. Analisis ini dilakukan dengan cara melakukan overlay beberapa parameter data spasial yang dianggap berpengaruh terhadap potensi pengembangan usaha nasi bebek Madura di Kota Bandar Lampung.

Hasil analisis Grid Analysis dengan menggunakan overlay beberapa parameter data pada fitur SINI di Geo Mapid menunjukkan tingkat kesesuaian lokasi usaha nasi bebek Madura di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan visualisasi peta, terlihat bahwa kawasan dengan kategori “Sangat Sesuai” (hijau tua) terkonsentrasi di Kecamatan Sukarame. Kawasan ini memiliki potensi tinggi karena dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, keberadaan kampus, pusat perbelanjaan, dan aktivitas ekonomi yang relatif intensif.
Area dengan kategori “Sesuai” (hijau muda) tersebar di wilayah Tanjung Senang, Way Halim, Telukbetung Timur, dan sebagian Tanjungkarang Barat, yang menunjukkan ketersediaan peluang usaha cukup baik meskipun tingkat aktivitas tidak sepadat kawasan utama. Sementara itu, zona dengan kategori “Cukup Sesuai” (kuning) mendominasi area di sekitar Rajabasa, Labuhan Ratu, dan Telukbetung Timur, yang masih memungkinkan untuk pengembangan namun menghadapi keterbatasan dalam faktor pendukung seperti aksesibilitas dan konsentrasi pusat keramaian.
Di sisi lain, wilayah “Tidak Sesuai” (oranye) dan “Sangat Tidak Sesuai” (merah) terlihat mendominasi bagian selatan dan barat Kota Bandar Lampung, seperti di Telukbetung Barat, Panjang, Kemiling, dan Bumi Waras. Kawasan ini memiliki potensi rendah karena lebih didominasi oleh fungsi industri, pelabuhan, atau kawasan perumahan dengan aktivitas ekonomi kuliner yang relatif terbatas.
Secara keseluruhan, analisis ini menegaskan bahwa pengembangan usaha nasi bebek Madura paling potensial diarahkan pada kawasan pusat kota dengan aktivitas pendidikan, perdagangan, dan perkantoran yang padat, sementara kawasan pesisir selatan dan barat cenderung kurang sesuai.
III.4 Analisis Lokasi Potensial
Setelah diperoleh lokasi yang berpotensi untuk pengembangan usaha nasi bebek Madura di Kota Bandar Lampung, dilakukan analisis mendalam terhadap area tersebut. Gambar di bawah menampilkan peta isokron dengan jarak tempuh 10 menit berkendara dari titik lokasi potensial. Area berwarna hijau menunjukkan cakupan wilayah yang dapat dijangkau konsumen dalam waktu relatif singkat, sehingga mencerminkan aksesibilitas yang tinggi terhadap pasar.

Selain itu, ditampilkan pula data demografi dan sosial ekonomi penduduk di sekitar lokasi. Dari sisi jenis kelamin, distribusi relatif seimbang antara laki-laki (85.237 jiwa) dan perempuan (84.551 jiwa). Pada aspek status pekerjaan, mayoritas penduduk terdiri dari kelompok belum/tidak bekerja (43.300 jiwa), diikuti oleh pelajar dan mahasiswa (33.068 jiwa), serta ibu rumah tangga (29.278 jiwa). Data ini menunjukkan potensi pasar yang besar baik dari sisi konsumen pelajar maupun keluarga.
Dari aspek pendidikan, terdapat proporsi signifikan penduduk dengan latar belakang SLTA (51.115 jiwa) dan S1 (22.024 jiwa), yang dapat mencerminkan daya beli menengah hingga tinggi. Sementara itu, distribusi usia produktif cukup dominan pada kelompok 18–22 tahun (12.933 jiwa) dan 12–14 tahun (9.082 jiwa), yang menandakan besarnya segmen pasar anak muda sebagai konsumen potensial kuliner malam.
Dengan demikian, hasil analisis ini memperlihatkan bahwa area dengan cakupan isokron 10 menit dari lokasi potensial memiliki aksesibilitas tinggi, dominasi kelompok usia produktif, serta keberadaan pelajar, mahasiswa, dan keluarga yang menjadikannya strategis sebagai target pasar utama untuk pengembangan usaha nasi bebek Madura.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Kota Bandar Lampung memiliki potensi besar untuk pengembangan usaha nasi bebek Madura, meskipun saat ini jumlah usaha serupa masih relatif sedikit. Analisis demografi menunjukkan bahwa kota ini memiliki jumlah penduduk yang besar dengan distribusi seimbang antara laki-laki dan perempuan, serta dominasi kelompok usia produktif dan pelajar/mahasiswa yang berpotensi menjadi konsumen utama kuliner malam.
Hasil Heatmap memperlihatkan bahwa persebaran warung nasi bebek Madura masih terbatas dan belum merata, sehingga terdapat peluang besar untuk membuka usaha baru, terutama di kawasan dengan aktivitas ekonomi tinggi. Dibandingkan dengan Jakarta yang memiliki jumlah penjual nasi bebek Madura jauh lebih banyak, kondisi Bandar Lampung justru membuka ruang kompetisi yang masih rendah dengan potensi pasar yang luas.
Melalui Grid Analysis menggunakan overlay data dari fitur INSIGHTINSIGHTpid, ditemukan bahwa kecamatan seperti Sukarame, Kedaton, dan Tanjungkarang Timur merupakan kawasan dengan tingkat kesesuaian paling tinggi untuk usaha nasi bebek Madura. Kawasan ini didukung oleh kepadatan penduduk, keberadaan kampus, pusat perbelanjaan, serta aktivitas perdagangan yang intensif.
Analisis lebih lanjut dengan peta isokron 10 menit berkendara juga memperlihatkan bahwa lokasi potensial tersebut memiliki jangkauan pasar yang luas, meliputi masyarakat dengan latar belakang pendidikan menengah hingga tinggi, serta kelompok keluarga, pelajar, dan mahasiswa yang cenderung menjadi konsumen kuliner malam.
Secara keseluruhan, dapat ditegaskan bahwa usaha nasi bebek Madura di Kota Bandar Lampung memiliki prospek yang cerah, dengan strategi pengembangan yang sebaiknya difokuskan pada kawasan pusat pendidikan, perdagangan, dan perkantoran. Dengan mempertimbangkan aksesibilitas, karakteristik demografi, serta tren kuliner malam, usaha ini berpotensi berkembang menjadi salah satu ikon kuliner alternatif yang diminati masyarakat Bandar Lampung.
Refrensi
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung. (2024). Kota Bandar Lampung dalam Angka 2024. Bandar Lampung: BPS Kota Bandar Lampung.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung. (2023). Provinsi Lampung dalam Angka 2023. Bandar Lampung: BPS Provinsi Lampung.
Databoks. (2024). Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung 2024. Katadata.
Rangkuti, F. (2016). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kelampung.com. (2024, November 28). Suku Terbanyak di Provinsi Lampung Adalah Suku Ini. (Diakses pada 1 September 2025)
Sukoco, B. M., & Rahmawati, F. (2020). Street food dynamics in Jakarta: The rise of Madura duck rice stalls. Jurnal Pariwisata Indonesia, 6(1), 45–56.
Yuliana, E. (2021). Potensi kuliner tradisional sebagai peluang usaha di era digital. Jurnal Ekonomi Kreatif dan Inovasi Bisnis, 3(2), 45–56. https://doi.org/10.1234/jekib.v3i2.567