TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN

02/08/2021 • Beben Graha Putra


TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI
PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI
UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN
TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN

PENDAHULUAN

Tikus sawah Rattus argentiventer merupakan salah satu hama mengerat yang seringkali merugikan manusia, terutama di bidang pertanian salah satunya di lahan pertanian padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal panen. Kehilangan hasil gabah akibat serangan hama itu hampir terjadi setiap musim tanam ,mulai dari proses semai sampai padi akan di panen bahkan juga di gudang penyimpanan, kerusakan tanaman padi karena serangan tikus umumnya terjadi pada fase vegetstif atau pada saat umur padi sewaktu muda, batang padi tersebut digit atau dipotong karna pada saat fase ini batang padi lebih cendrung berasa manis dibandingkan pada saat umur padi sudah tua.

Seekor tikus dapat merusak antara 11-176 batang padi per malam. Sedangkan pada fase generatif pada saat tikus bunting kemampuan merusak meningkat, menjadi 24-246 batang per malam. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan yang berat, Upaya pengendalikan tikus perlu disusun strategi pengendalian yang tepat sesuai dengan skala prioritas berdasarkan kategori serangan.

Dalam rangka menyediakan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat perencanaan dalam pengambilan kebijakan pengendalian tikus di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, maka dilakukan analisis dan identifikasi daerah penyebaran serangan tikus di Kecamatan Koto Tangah tersebut. Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang hari tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera (setelah panen), sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif.

METODE PENELITIAN

· Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan data primer yang diambil survey lapangan, studi literatur, dan di analisis secara spasial.

· Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Bungo Padi Rimbun, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

· Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam mengolah data yaitu menggunakan perangkat keras dan lunak. Perangkat keras seperti GPS, Laptop dan perangkat lunak menggunakan software Arcgis 10.2.

· Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskripsi

Analisis ini digunakan untuk melihat sebaran titik tikus yang melakukan penyerangan.

2. Analisis Spasial Statistik Kernel

Membahas indeks bahaya penyerangan hama tikus yang diperoleh dari hasil pengolahan Kernel Density.

3. Overlay Peta

Analisis hubungan indeks bahaya dengan kenampakan citra kondisi eksisting dan data observasi lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam kasus ini menerapkan statistik GIS dalam pemahaman fenomena Spasial, Ekologi, terutama ekosistem Sawah, Dengan ketentuan variabel seperti Fisiologi tikus sawah, Pola penyerangan, Indikator lingkungan, habitat untuk kamuflase. Kondisi ini saling bersinergi dalam Jaringan ekosistem terhadap Pola penyerangan Tikus.

· Sebaran Titik Penyerangan Hama Tikus

Dari hasil survey lapangan dengan pengumpulan data primer lapangan dalam dua kali survey ke lokasi penelitian, pengumpulan titik koordinat penyerangan hama tikus di peroleh sebaran titik penyerangan seperti gambar peta di bawah ini.

TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI
PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI
UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN

Dari peta diatas menjelaskan persebaran penyerangan hama tikus dengan riwayat kejadian. Pengambilan titik diambil 2 kali yaitu pada tanggal 4 Januari dan 28 Februari, dari 2 data ini terlihat perbedaan yaitu terjadi penambahan lokasi baru serangan hama tikus sehingga kerusakan yang terjadi semakin besar.

Pengambilan titik koordinat pada padi yang rusak karena serangan hama diolah menggunakan GIS dengan prinsip Kernel Density sehingga hasil dari pengolahan tersebut dapat menggambarkan bagaimana serangan hama tikus sawah (Rattus argentiventer) dari titik yang mengelompok tersebut akan tergambarkan pula intesitas penyerangan. Tikus sawah yang menyerang dimulai dari bagian tengah dan bergerak hingga padi pada sawah tersebut rusak. Tikus sawah aktif dimalam hari (nocturnal) dan pada siang hari mereka berlindung didalam lubang atau semak. Sehingga untuk mengamati penyerangannya secara langsung cukup sulit maka diperlukan peta hasil pengolahan Kernel Density agar dapat melihat daerah yang terdampak serta pola penyerangan.

Serangan tikus ini membentuk pola-pola tersendiri tergantung kondisi padi di sekitarnya. Pada kasus ini,terdapat perbedaan waktu panen yang menyababkan adanya sawah yang sudah dipanen letaknya berdekatan dengan sawah yang belum dipanen sehingga tikus sawah tersebut terus mencari padi-padi yang belum dipanen untuk merka makan. Apabila area padi yang merupakan sumber makanan mereka sudah habis, maka mereka akan mencari area lainnya sebagai tempat baru untuk memperoleh makanan, begitu seterusnya sehingga terbentuknya pola-pola penyerangan akibat aktivitas tikus sawah.

· Tingkat Persentase Gagal Panen dan Penyerangan Hama Tikus Sawah

Persebaran kerusakan dari hama tikus dianalisis menggunakan metode kernel density. Kernel density merupakan fungsi matematika yang kemudian dikembangkan dalam fungsi spasial untuk mengukur persebaran intensitas suatu titik dalam bidang dengan radius tertentu. Dari peta hasil pengolahan Kernel Density menghasilkan persebaran serta tingkat kerusakan yang terjadi. Pengamatan dilakukan selama 1 bulan dimulai dari Januari sampai Februari sehingga pola penyerangan bisa analisis pergerakannya. Dari pola penyerangan tersebut dapat memahami bagaimana arah pergerakan penyerangan nya seperti titik-titik kecil kerusakan menggambarkan lokasi penyerangan selanjutnya. Jika dilihat titik tersebut tidak lah jauh dari daerah yang mengalami kerusakan paling parah itu sesuai dengan fisiologis tikus sawah yang telah dijelaskan sebelumnya.

TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI
PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI
UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN

Hasil analisis Spasial kernel density diperoleh sebuah zona bahaya serangan hama tikus. Didalam pengolahan menghasilkan indeks tingkat kerusakan. Sehingga pergerakan serangan hama tikus bisa dilihat secara jelas dengan radius serangan 100m .

Dari peta di atas dijelaskan bahwa Indeks bewarna merah merupakan daerah yang tingkat kerusakan paling tinggi atau inti, nilai didapat dari perhitungan statistik non parametrik atau dari titik kejadian dan tingkat kerusakan rendah bewarna hijau. Titik kerusakan kecil yang berada disekitar kawasan kerusakan inti merupakan titik selanjutnya serangan hama tikus sawah. Jika dilihat pergerakan nya tidak lah jauh dari kerusakan inti. Sehingga jika dibandikan antar 2 bulan kejadian akan terlihat jelas kerusakan semakin melebar.

Dari perhitungan luas kerusakan didapatkan persentase kerugian :

TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI
PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI
UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN

Luas daerah yang mengalami kerusakan dihitung dari hasil zona Kernel Density sehingga dapat melihat luasan daerah dalam satuan meter dan dibandingkan dengan luas sawah kelompok tani Bungo Padi Rimbun. Sehingga diketahui luas kerusakan oleh hama tikus sawah adalah 46,258 %.

· Hubungan Tingkat Bahaya dengan Kondisi Landscape Ekologi

Tikus sawah diketahui lebih suka menyerang tanaman padi yang sedang bunting, sehingga pada umumnya padi stadium bunting akan mengalami kerusakan yang paling tinggi. Berdasarkan pengamatan dari malai padi yang dipotong, ternyata hanya beberapa malai saja yang dimakan (Rochman & Toto, 1976). Kebutuhan pakan tikus setiap hari hanya seberat kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya, sedangkan daya rusaknya terhadap malai padi 5 kali lebih besar dari bobot malai padi yang dikonsumsi.

Jika dihubungkan dengan fisiologis dan tingkah laku dari Tikus Sawah (Rattus argentiventer) maka akan didapatkan pola persebaran kerusakan serangan hama. Ruang gerak setiap hari tikus menempuh perjalanan secara teratur untuk mencari pakan, pasangan, sekaligus orientasi kawasan sekitarnya. Perjalanan harian tersebut menempuh jalan yang sama hingga terbentuk lintasan tetap (run ways). Rentang lintasannya ditentukan oleh jarak pakan, tempat bersembunyi atau lubang. Batas ruang gerak tikus apabila cukup tersedia makanan dan perlindungan, biasanya tidak lebih dari 100 m dengan menyerang padi dimulai dari tengah sawah, tetapi apabila makanan tidak cukup maka tikus akan mengembara dan dapat mencapai jarak 700 m.

Dari peta dapat disimpulkan bahwa pengaruh ekosistem disekitar sawah sangat berpengaruh seperti, irigas dan pematang. Sawah yang paling tinggi tingkat kerusakan nya adalah Sawah yang berada didekat irigasi kotor serta pematang yang penuh ditumbuhi rerumputan. Dari indikator tersebut dapat dilihat fisiologis tikus yang menyenangi daerah tertutup serta kotor sehingga tikus sawah membuat sarang disekitar pematang dan irigasi yang kotor.

TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI
PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI
UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN

Sistem pematang sawah sangat berdampak terhadap pertumbuhan populasi tikus sawah karena pematang merupakan tempat untuk tinggal dan berlindung bagi tikus sawah. Pematang yang lebar, tinggi, dan bersemak merupakan tempat yang paling disukai tikus sawah karena di tempat-tempat demikianlah tikusa sawah bersembunyi, melahirkan, dan menyusui anaknya sehingga potenssi pertumbuhan populasi tikus sawah tergantung oleh pematangnya. Kondisi pematang yang ditumbuhi semak tak beraturan dan kotor, mendukung pertambahan populasi tikus sawah dengan sangat peasat.

Irigasi atau pengairan merupakan indikator yang harus diperhatikan karena hal ini berkaitan dengan mobilitas dan tempat bersarangnya tikus di sawah. Sistem irigasi di sawah termasuk sistem irigasi permukaan penggenangan secara terkendali dan melalui Irigasi yang baik akan memberikan dampak yang naik pula terhadap pertumbuhan padi, hal ini mengakibatkan tikus sawah kesulitan utuk mencapai padi. Apabila pematang yang seperti ini terus dibiarkan, maka jumlah tikus sawah akan terus bertambah diiringi dengan pertambahan julah pasokan makannya, yaitu padi, sehingga padi-padi akan terus diserang dan pertumbuhan padi sangat lambat. Hal ini lah yang menyebabkan gagal panen.

Jarak waktu panen, kegiatan panen dilakukan dengan cara yang tidak serempak mengakibatkan ruginya petani yang melaksanakan kegiatan panen yang

terlambat. Dengan ketidak samaan waktu panen inilah yang nantinya akan membentu pola-pola penyerangan hama tikus. Sebelum masa panen, tikus sawah menyerang padi-padi yang terdapat disekitarnya. Namun apabila padi-padi yang ada di sekitar sarang tikus sawah ini dipanen, maka pasokan makanan tikus sawah pun habis sehingga terjadilah pergerakan untuk mencari titik dimana masih terdapat padi yang belum dipanen. Hal ini mengakibatkan adanya pola-pola penyerangan hama tikus.

Terhambatnya pertumbuhan padi yang diakibatkan rusaknya batang padi di bagian pangkalnya. Salah satu tanda yang sangat jelas adalah dengan melihat warna padi yang masih hijau saat musim panen yang mana padi-padi yang lain di sekitarnya sudah menguning. Saat awal menanam atau pertumbuhan awal padi, tikus sawah tersebut juga dapat memakan bibit-bibit padi yang baru ditanam atau padi-padi yang baru menunjukkan pertumbuhan awalnya, dan bahkan menyerang padi yang ada di dalam gudang penyimpanan sehingga sangat memungkinkan gagal panen dapat terjadi saat baru menenanam padi. Salah satu hal yang membuat sangat sulitnya pembasmian hama ini karena tikus aktif menyerang padi pada malam hari.

Pola penanaman juga menjadi indikator yang sangat besar karena apabila tidak kompak dalam menanam dan memanen tentu pasokan makanan untuk tikus selalu tersedia. Sawah yang terakhir memanen akan menjadi bulan bulanan serangan tikus sawah karena itu lah sisa terakhir dari makanan nya. Inilah yang perlu ditekankan kepada para petani untuk lebih kompak dalam waktu penanaman maupun waktu panen.

Dengan adanya peta ini sawah yang rusak diserang hama tikus sawah (Rattus argentiventer) dapat diketahui sehingga bisa diantisipasi kedepannya dengan mitigasi yang baik. Dan memberikan edukasi kepada para petani agar kedepannya serangan hama tikus dapat di minimalisir sekecil mungkin.

KESIMPULAN

Dari hasil pengolahan Kernel memunculkan zona bahaya hama tikus yang dilihat dari indeks bahaya nya, seperti pada peta sebelumnya dijelaskan bahwa warna merah merupakan daerah tingkat kerusakan paling tinggi dan yang bewarna hijau adalah daerah kerusakan kecil hasil, dari perhitungan luas kerusakan didapatkan persentase kegagalan panen sebesar 46,258% . Dengan adanya peta zona serangan hama tikus petani dapat melihat penyebab tinggi nya serangan hama tikus seperti pematang dan irigasi yang kotor belukar maupun penanaman dan pemanenan yang tidak kompak sehingga membuat pasokan makanan bagi hama tikus sawah selalu terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Flint, M.L. and van den Bosch. 1981. Introduction to Integrated Pest Management. Plenom Pre4ss. New York. 240 hlm..

Manueke1, Jusuf. 2017. PESTS ON RICE FIELD CROPS (Oryza sativa L.) IN THE MAKALONSOW VILLAGE OF EAST TONDANO DISTRICT IN MINAHASA REGENCY. Eugenia Volume 23 No. 3 Oktober 2017. Manado.

Roja, A. 2009. Pengendalian Hama dan Penyakit Secara Terpadu pada Tanaman Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Padang.

Setiawan, Erwan. 2016. Analisis Penggunaan Metode Kernel Density Estimation pada Loss Distribution Approach untuk Risiko Operasional. Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 12 No 1, April 2016, pp 11 – 18. Universitas Indonesia.

Shevchenko, P.V. 2009. Implementing Loss Distribution Approach for Operational Risk. Applied Stochastic Models in Business and Industry, vol. 26(3), pages 277–307.

Southwood, T.R.E. and M.J Woy. 1970. Ecologycal Background to Pest management in R.I. Rabb and E.E Guthrie (eds) Concep of Pest management North Caroline State University Releigh North Caroline.

Sudarmaji. 2007. Pengendalian Hama Tikus Secara Terpadu Pada Ekositem sawa Irigasi. Risalah Seminar 2006. Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Puslitbangtan Bogor.p. 129-144.

Sudarmaji. 2017. Perkembangan Populasi Tikus Sawah pada Lahan Sawah Irigasi dalam Pola Indeks Pertanaman Padi 300. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.

Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press.

TEKNOLOGI GEOSPATIAL UNTUK INVESTIGASI
PENYERANGAN RATTUS ARGENTIVENTER, SEBAGAI
UPAYA MITIGASI LAHAN PERTANIAN

Click to visit my Researchgate Account

Data Publications