A. Pendahuluan
Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di wilayah perbukitan Indonesia, termasuk di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kecamatan Cibeber memiliki kondisi topografi yang didominasi lereng menengah hingga curam, sehingga wilayah ini memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi terhadap kejadian longsor. Selain faktor kemiringan lereng, kondisi geologi, penggunaan lahan, dan curah hujan tinggi turut berkontribusi terhadap potensi pergerakan tanah. Oleh karena itu, diperlukan pemetaan risiko tanah longsor yang dapat memberikan gambaran spasial mengenai tingkat kerawanan tiap wilayah, sehingga dapat menjadi dasar bagi pemerintah daerah, BPBD, sektor bisnis, dan masyarakat dalam upaya mitigasi. Dalam proyek ini, pemetaan dilakukan menggunakan pendekatan grid heksagonal pada platform MAPID. Pendekatan ini memungkinkan penyajian data secara lebih merata dan mudah dianalisis berdasarkan tingkat risiko. Hasilnya memperlihatkan variasi kerawanan yang nyata antara bagian selatan, tengah, dan utara Kecamatan Cibeber.
B. Tujuan
Tujuan dari proyek pemetaan risiko tanah longsor di Kecamatan Cibeber adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi tingkat kerawanan longsor di tiap bagian wilayah Kecamatan Cibeber melalui visualisasi data berbasis grid heksagonal.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi persebaran risiko, meliputi topografi, geologi, penggunaan lahan, dan curah hujan.
3. Menentukan zona prioritas mitigasi berdasarkan tingkat hazard dan exposure.
C. Metode
Peta risiko tanah longsor dibuat melalui dua tahap utama, yaitu pengolahan data di QGIS dan visualisasi (styling) di Geo MAPID. Tahapan tersebut meliputi:
1. Pengolahan Data di QGIS Mengumpulkan dan menyiapkan data spasial seperti kemiringan lereng, curah hujan, ketinggian (DEM), serta penggunaan lahan. Melakukan analisis tumpang susun (overlay) dan skoring untuk menentukan tingkat risiko tanah longsor (rendah, sedang, tinggi). Menyimpan hasil analisis dalam bentuk GeoJSON sebagai output untuk diunggah ke Geo MAPID.
2. Mengunggah file ke Geo MAPID Mengimpor layer hasil analisis dari QGIS ke platform Geo MAPID.
3. Mengedit Style Layer di Geo MAPID untuk mengatur tampilan layer berdasarkan kategori risiko tanah longsor. Memberikan warna berbeda untuk memudahkan interpretasi peta.
4. Mengatur site selection untuk menentukan parameter yang akan digunakan
4. Mengimpor data puskesmas yang ada di Kecamatan Cibeber dan diberi label
5. Hasil Akhir Peta final berupa peta risiko tanah longsor dan dampaknya terhadap fasilitas Kesehatan di Kecamatan Cibeber
D. Pembahasan
Pemetaan risiko tanah longsor di Kecamatan Cibeber menunjukkan variasi tingkat kerawanan yang cukup signifikan pada tiap wilayah. Visualisasi berbasis grid heksagonal memperlihatkan bahwa bagian selatan kecamatan didominasi warna kuning, oranye, hingga merah yang menandakan tingkat risiko sedang hingga sangat tinggi. Sebaliknya, wilayah tengah dan utara cenderung berada pada kategori rendah hingga sedang, yang terlihat dari dominasi warna hijau. Pola persebaran tersebut memperlihatkan bahwa kerawanan longsor di Cibeber merupakan hasil kombinasi faktor topografi, geologi, penggunaan lahan, serta kondisi hidrometeorologi.
Secara geomorfologi, Cibeber merupakan bagian dari kawasan perbukitan Kabupaten Lebak dengan kemiringan lereng menengah hingga curam, terutama di wilayah selatan. Lereng dengan kemiringan lebih dari 20–30° terbukti menjadi salah satu pemicu utama longsor. Hal ini sejalan dengan temuan Soeters & van Westen (1996) yang menyatakan bahwa ketidakstabilan lereng meningkat secara signifikan pada topografi terjal akibat gaya gravitasi yang bekerja lebih besar terhadap massa tanah. Risiko ini semakin tinggi apabila lereng tersusun atas tanah pelapukan tebal atau batuan yang mudah runtuh ketika jenuh air. Hal ini selaras dengan temuan Guzzetti et al. (1999) yang menyatakan bahwa degradasi vegetasi penahan lereng, terutama di wilayah tropis bercurah hujan tinggi, turut mempercepat ketidakstabilan lereng dan meningkatkan potensi longsor.
Integrasi peta risiko dengan titik lokasi fasilitas kesehatan memberikan dimensi analitis tambahan dalam konteks mitigasi bencana. Puskesmas Rawat Inap Cibeber terlihat berada sangat dekat dengan zona risiko tinggi (warna merah). Posisi ini menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan yang menjadi pusat layanan masyarakat justru berpotensi terdampak langsung apabila terjadi longsor. Jika terjadi pergerakan tanah, akses menuju puskesmas maupun aktivitas penanganan darurat dapat terganggu, sehingga menurunkan efektivitas respons bencana. Di bagian utara, Puskesmas Citorek berada pada wilayah dengan tingkat risiko rendah hingga sedang, hanya dikelilingi beberapa grid kuning yang menandakan potensi longsor lokal. Puskesmas Cisungsang pun berada di zona relatif aman dengan risiko rendah. Perbandingan ini menunjukkan bahwa risiko longsor tidak hanya berpengaruh terhadap permukiman dan tutupan lahan, tetapi juga terhadap kesiapsiagaan pelayanan kesehatan.
Fasilitas kesehatan yang berada dekat zona risiko tinggi perlu menjadi prioritas mitigasi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi pemantauan lereng secara berkala, peningkatan kualitas drainase untuk mengurangi kejenuhan tanah, penyediaan jalur evakuasi alternatif yang tidak melewati lereng berbahaya, serta penguatan koordinasi antara BPBD, puskesmas, dan pemerintah desa. Upaya ini penting agar operasional layanan kesehatan tetap berjalan dalam situasi darurat. Secara keseluruhan, hasil analisis spasial menunjukkan adanya tiga zona utama risiko longsor di Kecamatan Cibeber yaitu zona risiko rendah–sedang di bagian utara dan tengah, zona transisi pada wilayah tengah–selatan, dan zona risiko tinggi pada bagian selatan. Pola ini konsisten dengan karakteristik geomorfologi Kabupaten Lebak sebagai wilayah perbukitan dengan curah hujan tinggi yang rentan terhadap pergerakan tanah. Oleh karena itu, hasil pemetaan ini dapat menjadi landasan penting bagi pemerintah daerah, BPBD, dan masyarakat untuk mengembangkan strategi mitigasi yang lebih terarah dan efektif. Informasi risiko ini juga relevan bagi sektor bisnis dan pelaku usaha. Peta kerawanan dapat menjadi acuan dalam perencanaan investasi, analisis risiko operasional, penentuan lokasi fasilitas, serta penyusunan strategi keberlanjutan (sustainability planning). Dengan demikian, pemetaan ini tidak hanya mendukung penanggulangan bencana, tetapi juga memberikan manfaat strategis dalam perencanaan pembangunan dan aktivitas ekonomi yang lebih aman dan berkelanjutan.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis kerawanan longsor di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemetaan risiko menunjukkan bahwa bagian selatan Kecamatan Cibeber memiliki kerawanan longsor tertinggi, sedangkan wilayah tengah dan utara cenderung rendah hingga sedang. Variasi ini dipengaruhi oleh kombinasi kemiringan lereng, kondisi geologi, perubahan penggunaan lahan, dan curah hujan.
2. Analisis faktor penyebab menunjukkan bahwa lereng curam dan kondisi geologi rapuh menjadi pemicu utama terjadinya longsor. Integrasi peta risiko dengan lokasi fasilitas kesehatan mengungkapkan bahwa Puskesmas Rawat Inap Cibeber berada dekat zona berisiko tinggi, sehingga memiliki potensi gangguan akses maupun operasional layanan kesehatan apabila terjadi longsor.
3. Berdasarkan tingkat hazard dan exposure, wilayah selatan menjadi prioritas mitigasi yang memerlukan penguatan struktur lereng, perbaikan drainase, edukasi masyarakat, dan pengamanan jalur menuju fasilitas kesehatan. Temuan ini dapat menjadi dasar bagi pemerintah, BPBD, dan sektor kesehatan dalam perencanaan mitigasi bencana yang lebih efektif.
Daftar Pustaka:
Guzzetti, F., Carrara, A., Cardinali, M., & Reichenbach, P. (1999). Landslide hazard evaluation: A review of current techniques and their application in a multi-scale study, Central Italy. Geomorphology, 31(1–4), 181–216.
Soeters, R., & van Westen, C. J. (1996). Slope stability: Recognition, analysis, and zonation. In A. K. Turner & R. L. Schuster (Eds.), Landslides: Investigation and Mitigation (pp. 129–177). Transportation Research Board Special Report 247.