Taman Kota dan Wajah Sosial Bandung
Taman kota bukan sekadar ruang hijau di tengah kepadatan Bandung, melainkan cermin dari dinamika sosial warganya. Di ruang-ruang ini interaksi, kreativitas, dan kebersamaan tumbuh mewujudkan identitas kota yang hidup dan inklusif. Melalui taman, Bandung menampilkan wajah sosialnya tempat di mana batas sosial memudar dan warga bertemu dalam kesetaraan ruang. Kota Bandung dengan dinamika kreatif yang tinggi, keberadaan taman kota menjadi semakin vital seiring meningkatnya tekanan terhadap ruang terbuka hijau. Dengan luas wilayah sekitar 167 km² dan populasi mencapai 2,5 juta jiwa, kebutuhan akan ruang yang sehat, teduh, dan inklusif terus mendesak di tengah laju pertumbuhan kota yang padat.
Inisiatif taman tematik yang digagas pada masa kepemimpinan Ridwan Kamil (2013–2018) menjadi tonggak penting dalam menghadirkan kembali taman sebagai ruang hidup warga. Kehadiran taman-taman seperti Taman Film, Taman Musik Centrum, dan Taman Jomblo menandai lahirnya inovasi desain kota yang berorientasi pada pengalaman publik mendorong interaksi sosial, ekspresi budaya, dan rasa memiliki terhadap ruang kota. Namun di balik keberhasilan estetika dan popularitasnya, masih muncul tantangan mendasar yakni sebaran taman yang belum merata, keterbatasan akses bagi kelompok tertentu, serta ketimpangan antara pusat kota dan kawasan pinggiran.
Ketimpangan ini berimplikasi pada beragam aspek, mulai dari penurunan kualitas lingkungan permukiman, keterbatasan ruang interaksi sosial, hingga rendahnya rasa memiliki terhadap ruang kota di sebagian wilayah. Selain itu, perencanaan pembangunan taman seringkali belum sepenuhnya berlandaskan pada analisis spasial yang komprehensif. Padahal, pemetaan pola sebaran penduduk, intensitas penggunaan lahan, dan aksesibilitas transportasi publik dapat menjadi dasar penting dalam menentukan lokasi yang strategis bagi pengembangan taman baru. Pendekatan berbasis data memungkinkan kota mengoptimalkan ruang terbatas yang tersedia, sekaligus memastikan bahwa keberadaan ruang publik tidak hanya estetis, tetapi juga fungsional dan inklusif.
Oleh sebab itu, analisis spasial menjadi langkah penting untuk meninjau sejauh mana taman kota di Bandung menjangkau wilayah sekitarnya. Melalui pemetaan radius jangkauan taman serta identifikasi lokasi potensial untuk pembangunan taman baru, dapat terlihat kawasan yang telah terlayani dan wilayah yang masih berada di luar cakupan ruang publik. Pendekatan ini memberikan gambaran awal mengenai kesenjangan aksesibilitas taman kota serta potensi pengembangan ruang hijau yang lebih merata di seluruh wilayah Bandung.
Ketimpangan Ruang Hijau
Hasil pemetaan menunjukkan distribusi taman kota dengan pola yang tidak merata dan konsentrasi tinggi di wilayah pusat kota. Sebagian besar taman berada di Kecamatan Coblong, Sumur Bandung, dan Bandung Wetan, yang merupakan kawasan inti pemerintahan dan aktivitas ekonomi. Berdasarkan data Bandungbergerak.id (2023), lebih dari 80% taman kota berada di tiga kecamatan tersebut, sementara wilayah lain di pinggiran seperti Gedebage, Rancasari, atau Ujungberung memiliki jumlah taman yang jauh lebih sedikit bahkan hampir tidak ada. Hal ini menandakan bahwa distribusi ruang publik di Bandung masih teraglomerasi dan belum merata secara spasial. Pola distribusi ini juga memperlihatkan ketimpangan akses terhadap taman kota, di mana ruang hijau masih lebih mudah dijangkau oleh warga pusat kota dibanding mereka yang tinggal di kawasan pinggiran.
Berikut daftar taman kota di Bandung berdasarkan data dari layer “Pemetaan Aksesibilitas Ruang Publik di Kota Bandung” oleh Donidarmawan Putra Gemilang, Mikail Kaysan, dan Dheamyra Aysha Ihsanti di GEOMAPID. Data ini menjadi acuan untuk memahami sebaran ruang publik dan aksesibilitasnya di Kota Bandung :
Klasifikasi di atas menggambarkan bahwa taman tematik Kota Bandung memiliki fungsi yang beragam mulai dari ruang kreatif, edukatif, olahraga, ekologis, hingga wisata kota. Meskipun secara tematik bervariasi, sebagian besar taman terkonsentrasi di wilayah pusat kota dengan orientasi rekreasi dan kegiatan publik. Sementara taman dengan fungsi ekologis dan lingkungan relatif lebih sedikit jumlahnya dan tersebar di area permukiman.
Mengukur Jangkauan Hijau
Berdasarkan hasil analisis buffer dengan radius 1000 meter terhadap sebaran taman kota di Kota Bandung menunjukkan bahwa jangkauan pelayanan ruang publik belum merata di seluruh wilayah kota. Radius ini digunakan sebagai acuan berdasarkan Badan Standar Nasional (BSN) dalam SNI-03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan juga menimbang Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terkait Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk jarak ideal taman kota terhadap area permukiman yang masih dapat dijangkau dengan berjalan kaki (walking distance).
Hasil analisis mengindikasikan bahwa sebagian kawasan di Kota Bandung belum masuk dalam cakupan radius pelayanan taman kota eksisting, sehingga masih terdapat wilayah yang tergolong belum terlayani (underserved area) dalam hal akses terhadap ruang terbuka hijau publik. Wilayah yang tidak tercakup oleh radius taman kota tersebut meliputi Kecamatan Sukasari, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bandung Kidul, Buahbatu, Rancasari, Gedebage, dan Cibiru. Kecamatan-kecamatan ini umumnya berada di bagian barat dan timur Kota Bandung, dengan karakteristik kawasan permukiman padat dan pertumbuhan lahan terbangun yang pesat. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa distribusi taman kota di Bandung masih terkonsentrasi di area pusat kota, sedangkan kawasan pinggiran relatif belum mendapatkan akses yang memadai terhadap ruang terbuka hijau publik.
Temuan ini menegaskan perlunya pemerataan pembangunan taman kota terutama di wilayah-wilayah underserved tersebut. Penambahan taman baru atau peningkatan konektivitas akses menuju taman eksisting dapat menjadi strategi prioritas untuk mendukung pemerataan aksesibilitas ruang publik yang inklusif, sekaligus memperkuat fungsi ekologis dan sosial taman kota di seluruh wilayah Kota Bandung.
Menemukan Titik Hijau Baru
Pendekatan perencanaan taman tematik baru ini menggunakan SINI AI, fitur berbasis kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi lokasi yang paling sesuai berdasarkan parameter spasial tertentu. Analisis ini mempertimbangkan beberapa aspek utama, antara lain tingkat aksesibilitas, kedekatan dengan fasilitas pendidikan, sarana olahraga, serta kondisi demografi yang mencerminkan kebutuhan ruang publik di masing-masing kawasan. Dengan metode ini, proses pemilihan lokasi tidak hanya mengandalkan intuisi, tetapi juga data-driven sehingga hasilnya dapat menunjang perencanaan taman tematik yang strategis dan inklusif.
Peta di atas menampilkan informasi kesesuaian lokasi untuk pengembangan taman kota khususnya di wilayah underserved. Berdasarkan analisis sebelumnya, wilayah-wilayah yang belum terlayani mencakup Kecamatan Sukasari, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bandung Kidul, Buahbatu, Rancasari, Gedebage, dan Cibiru. Kawasan-kawasan ini menjadi fokus potensial karena saat ini akses terhadap taman kota masih terbatas, sehingga pembangunan taman baru di sini diharapkan dapat meningkatkan pemerataan ruang publik.
Hasil analisis menunjukan tingkat kesesuaian lokasi dengan zona atau area berwarna hijau menandakan lokasi dengan tingkat kesesuaian sangat tinggi untuk pengembangan taman kota baru, sementara area berwarna merah merepresentasikan wilayah yang sangat tidak sesuai untuk dijadikan ruang publik. Pembedaan visual ini mempermudah proses pengambilan keputusan perencanaan spasial, karena secara jelas memperlihatkan wilayah yang berpotensi dikembangkan dan wilayah yang sebaiknya dikesampingkan.
Dengan demikian, hasil analisis site selection berbasis SINI AI yang dikombinasikan dengan analisis buffer tidak hanya memetakan kesenjangan pelayanan taman kota, tetapi juga memberikan arah strategis untuk pembangunan taman tematik baru di wilayah underserved Kota Bandung. Pendekatan ini memperkuat prinsip perencanaan berbasis bukti (evidence-based planning), mendukung terciptanya distribusi ruang publik yang lebih seimbang, aksesibel, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat perkotaan.
Kesimpulan : Peluang dan Pemerataan Ruang Hijau di Bandung
Sebaran taman kota di Bandung menunjukkan bahwa sebagian besar fasilitas publik masih terkonsentrasi di pusat kota, sementara beberapa kecamatan di timur dan barat, termasuk Sukasari, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bandung Kidul, Buahbatu, Rancasari, Gedebage, dan Cibiru, tergolong underserved area. Kondisi ini menandakan perlunya penataan ruang yang lebih merata dengan menempatkan taman baru di wilayah yang kurang terlayani, sehingga setiap warga memiliki kesempatan yang lebih seimbang untuk mengakses ruang publik. Upaya ini diharapkan dapat mendorong interaksi sosial yang lebih luas, pemanfaatan ruang terbuka yang optimal, dan keberlanjutan lingkungan hidup, sekaligus memperkuat fungsi sosial dan ekologis taman di seluruh kota.
Langkah selanjutnya sebaiknya difokuskan pada identifikasi lokasi strategis dan penguatan konektivitas antar taman, sehingga pembangunan fasilitas baru dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Dengan pendekatan ini, setiap wilayah memiliki peluang yang sama untuk menikmati ruang terbuka hijau, sekaligus mendukung terciptanya kota yang lebih ramah, nyaman, dan inklusif.
Daftar Rujukan
Bandungbergerak.id. (2023). Sebaran Taman Kota di Bandung Masih Terpusat di Wilayah Pusat Kota. Diakses dari https://bandungbergerak.id
Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2024). Kota Bandung dalam Angka 2024. Bandung: BPS Kota Bandung.
Citarum Harum. (2022). Mantap! Hingga 2022 Luas Taman Kota Bandung Capai 2,1 Juta Meter Persegi. Diakses dari https://citarumharum.jabarprov.go.id
Detik.com. (2022). RTH Bandung Masih Minim, Baru 12,25% dari Total Luas Wilayah. Diakses dari https://www.detik.com/jabar/berita
Detik.com. (2023). Dalam Setahun, Warga Kota Bandung Bertambah 20 Ribu Jiwa. Diakses dari https://www.detik.com/jabar/berita
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68.
Putra Gemilang, D., Kaysan, M., & Ihsanti, D. A. (2024). Pemetaan Aksesibilitas Ruang Publik di Kota Bandung. GEOMAPID.