Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi serta peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai sektor kehidupan menimbulkan berbagai masalah di wilayah perkotaan seperti permukiman kumuh dan pencemaran air limbah. Permasalahan ini dialami hampir di seluruh kota di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 terdapat 10.683 desa/kelurahan yang mengalami pencemaran air dan paling banyak terjadi di Jawa Tengah dengan 1.310 desa/kelurahan yang terdampak. Permasalahan ini tak lain juga terjadi di Kota Salatiga, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga, sepanjang 60 kilometer atau 50 persen dari 120 kilometer aliran sungai yang mengitari Kota Salatiga saat ini dalam kondisi tercemar limbah rumah tangga dan industri. Jika permasalahan ini tidak segera ditangani, maka akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen dan peningkatan zat beracun di dalam air sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem, seperti berkurangnya populasi spesies makhluk hidup di darat maupun air serta meledaknya populasi alga. Selain itu, pencemaran air secara perlahan akan mengurangi ketersediaan air bersih serta meningkatkan wabah penyakit yang membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah solusi berkelanjutan untuk menunjang ketersediaan air bersih dengan mengelola air limbah yang menjadi sumber utama pencemaran air.
Pada dasarnya, tindakan terhadap pencemaran air dapat dilakukan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain tidak membuang sampah sembarangan; membatasi pemakaian zat kimia rumah tangga; dan penanaman pohon di bantaran sungai. Sementara itu, upaya penanggulangan dapat dilakukan seperti dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Namun, sebagian besar tindakan tersebut masih kurang efektif untuk diterapkan karena masih banyak masyarakat yang kurang peduli dengan kualitas lingkungan, serta terdapat beberapa tindakan yang membutuhkan biaya yang mahal. Di sisi lain, lahan basah buatan (Constructed Wetland) merupakan metode pengolahan air limbah yang mudah dan murah dalam perencanaan maupun pengoperasian sistem pengolahan air limbah. Lahan basah buatan (Constructed Wetland) adalah sistem pengolahan air limbah yang menggunakan proses alami yang melibatkan vegetasi lahan basah, tanah, dan kumpulan mikroba untuk meningkatkan kualitas air. Di negara-negara barat seperti Jerman dan Inggris, Constructed Wetland sudah banyak diterapkan dibandingkan dengan Indonesia yang masih tergolong sedikit penerapannya. Constructed Wetland mengeliminasi berbagai jenis polutan dan memperbaiki kualitas air dengan mengoptimalkan proses-proses fisika, kimia, dan biologi yang saling terintegrasi. Dengan sistem ini, air limbah akan mengalami proses sedimentasi, adsorpsi, dan dekomposisi oleh aktivitas mikroorganisme dan tanaman pembebas polusi, seperti Typha latifolia, Typha angustifolia, dan Phragmintes australis. Selain itu, Constructed Wetland tidak membutuhkan perawatan yang sulit karena proses pengolahan air limbah terjadi secara alami serta lebih ramah lingkungan karena mirip dengan lansekap rawa-rawa atau persawahan. Dengan adanya Constructed Wetland, diharapkan pencemaran air oleh limbah industri maupun rumah tangga dapat ditekan dan diatasi sehingga menjadi modal besar untuk pembangunan kota dan komunitas berkelanjutan (Sustainable Cities and Communities). Kehidupan kota yang berkelanjutan merupakan tujuan nomor 11 dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tahun 2030 yang disepakati oleh PBB pada tahun 2015. Oleh karena itu, proyek ini dilakukan untuk mengetahui wilayah yang berpotensi untuk pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga melalui pendekatan spasial.
Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dan manfaat dari proyek ini adalah sebagai berikut.
-
1.Untuk mengetahui wilayah yang berpotensi dan tidak berpotensi untuk pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga.
-
2.Sebagai referensi pemangku kebijakan dalam penanganan pencemaran air sehingga tercapai pembangunan kota dan komunitas yang berkelanjutan.
Metode
Berdasarkan buku panduan yang berjudul A Handbook of Constructed Wetland, penentuan lokasi potensial pembangunan Constructed Wetland perlu memperhatikan beberapa kriteria, antara lain.
-
1.Constructed Wetland dapat dibangun pada beragam kondisi kemiringan wilayah, tetapi pembangunan Constructed Wetland pada wilayah datar memiliki keunggulan dibandingkan wilayah miring karena pembangunan dan perawatan Constructed Wetland akan lebih mudah dan efisien. Berdasarkan kriteria ini, maka Constructed Wetland efektif dibangun pada kemiringan lereng antara 0 - 8% (datar).
-
2.Constructed Wetland akan mengolah air limbah yang mengalir dari sungai atau irigasi sehingga akan lebih efisien jika berlokasi di dekatnya. Berdasarkan kriteria ini, maka wilayah yang cocok selanjutnya adalah wilayah dalam radius 100 meter dari sungai atau irigasi.
-
3.Proses pengolahan air limbah pada Constructed Wetland dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, bahkan penyebaran penyakit sehingga akan lebih baik jika dibangun pada wilayah bukan terbangun dengan jarak tertentu. Berdasarkan kriteria ini, maka wilayah yang cocok selanjutnya adalah wilayah radius minimal 50 meter dari permukiman dan jalur transportasi.
-
4.Pembangunan Constructed Wetland akan lebih baik dibangun pada wilayah yang relatif aman dari banjir (tingkat kerawanan banjir rendah-sedang) karena terjadinya banjir akan meluapkan air limbah sehingga dapat menyebabkan pencemaran ke wilayah lain serta membahayakan kesehatan manusia.
Untuk menunjang kesesuaian hasil dengan kriteria di atas, berikut ini merupakan alat, data, dan teknik pengolahan yang dibutuhkan.
Alat dan Data
Alat yang digunakan untuk pengerjaan proyek ini antara lain.
-
1.Software ArcMap 10.8
-
2.Software Quantum GIS 3.24.0
-
3.Platform GeoMAPID 2.187
Sementara itu, data yang dibutuhkan pada proyek ini antara lain.
-
1.Shapefile Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 (Badan Informasi Geospasial)
-
2.Data Curah Hujan Tahunan Juni 2020 – Juni 2022 (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
-
3.DEMNAS (Badan Informasi Geospasial)
-
4.Shapefile Jenis Tanah (Kementerian Pertanian)
-
5.Citra Satelit Landsat 9 Path 120 dan Row 065 tanggal akuisisi 24 Mei 2022 (USGS)
Teknik Pengolahan
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah penentuan tingkat kerawanan banjir di Kota Salatiga menggunakan teknik Weighted Overlay dengan parameter kemiringan lereng, ketinggian, jenis tanah, buffer sungai, curah hujan, dan tutupan lahan. Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan bobot pada masing-masing parameter seperti pada tabel berikut.
Sementara itu, penentuan lokasi potensial Constructed Wetland dilakukan dengan teknik Intersection pada parameter buffer jaringan sungai (100m dan >100m), buffer jaringan jalan (50m dan >50m), buffer built up area (50m dan >50m), dan kerawanan banjir. Setelah itu, hasil intersection tersebut dapat diklasifikasikan tingkat potensialnya berdasarkan kriteria penentuan lokasi pembangunan Constructed Wetland, seperti pada tabel berikut.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini.
Jika gambar di atas kurang jelas, diagram alir dapat diakses pada link berikut.
Diagram Alir Potensi CWHasil dan Pembahasan
1. Buffer Built Up Area
Gambar di atas merupakan hasil klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) pada citra satelit Landsat 9 dengan menggunakan metode Support Vector Machines. Klasifikasi terbagi menjadi 2 kelas tutupan lahan makro yaitu wilayah terbangun (built up) ditunjukkan dengan warna merah dan non-terbangun ditunjukkan dengan warna hijau. Selain itu, hasil klasifikasi ini memiliki confusion matrix seperti pada tabel di bawah ini.
Berdasarkan hasil klasifikasi ini, wilayah terbangun (built up) memiliki luas 2.713 hektar, sedangkan non-terbangun memiliki luas 2.566 hektar.
Sementara itu, gambar di atas merupakan hasil buffering wilayah terbangun dengan radius 50 meter (warna merah) dan >50 meter (warna hijau). Hasil buffering wilayah terbangun dengan radius 50 meter memiliki luas 4.304 hektar serta tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena sangat dekat dengan wilayah aktivitas manusia. Sementara itu, hasil buffering area terbangun dengan radius >50 meter memiliki luas 974 hektar serta berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif jauh dari wilayah aktivitas manusia.
2. Buffer Jaringan Sungai
Gambar di atas merupakan hasil buffering jaringan sungai dengan radius 100 meter (warna hijau) dan >100 meter (warna merah). Hasil buffering sungai dengan radius 100 meter memiliki luas 1.545 hektar serta berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif dekat dengan sumber aliran air yang akan diolah air limbahnya. Sementara itu, hasil buffering sungai dengan radius >100 meter memiliki luas 3.734 hektar serta tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif jauh dari sumber air sehingga sulit diterapkan.
3. Buffer Jaringan Jalan
Gambar di atas merupakan hasil buffering jaringan jalan dengan radius 50 meter (warna merah) dan >50 meter (warna hijau). Hasil buffering jalan dengan radius 50 meter memiliki luas 3.372 hektar serta tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif dekat dengan aktivitas transportasi manusia. Sementara itu, hasil buffering jalan dengan radius > 50 meter memiliki luas 1.906 hektar serta berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif jauh dari aktivitas transportasi sehingga tidak mengganggu manusia dengan bau tidak sedap dari proses pengolahan Constructed Wetland.
4. Kerawanan Banjir
Gambar di atas merupakan tingkat kerawanan banjir di Kota Salatiga yang dibagi menjadi 3 kelas yaitu rendah (warna hijau), sedang (warna kuning), dan tinggi (warna merah). Wilayah dengan kerawanan banjir rendah dan sedang memiliki luas berturut-turut 451 hektar dan 4.020 hektar yang berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland. Hal ini dikarenakan untuk menghindari luapan air limbah akibat tergenang oleh air banjir. Sementara itu, wilayah dengan kerawanan banjir tinggi memiliki luas 766 hektar serta tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland.
5. Kemiringan Lereng
Gambar di atas merupakan kondisi kemiringan lereng di Kota Salatiga yang berkisar antara 0% hingga 26% serta dibagi menjadi 4 kelas yaitu datar (0-8%) dengan warna hijau tua, landai (8-15%) dengan warna hijau muda, agak curam (15-25%) dengan warna kuning, dan curam (>25%) dengan warna merah. Wilayah dengan kemiringan lereng landai, agak curam, dan curam memiliki luas berturut-turut 856 hektar, 79 hektar, dan 0,1 hektar. Wilayah ini tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena air mengalir sesuai dengan kemiringan lereng sehingga jika dibangun pada area ini maka akan menambah biaya dan ketidakefisiensi pembangunan dan pengoperasian. Sementara itu, wilayah datar dengan luas 4.313 hektar memiliki potensi untuk dibangun Constructed Wetland karena lebih murah dan mudah dalam pembangunan dan pengoperasiannya.
6. Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland
Dengan melakukan intersection pada 5 parameter sebelumnya, berikut ini merupakan potensi pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga.
Berdasarkan gambar di atas, potensi pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga dibagi menjadi 2 kelas yaitu Cocok (warna merah) dan Tidak Cocok (warna hijau). Area yang cocok untuk pembangunan Constructed Wetland memiliki luas 152 hektar, sedangkan area yang tidak cocok memiliki luas 5.072 hektar.
Tinjauan Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan
Sementara itu, di bawah ini merupakan wilayah potensial jika ditinjau berdasarkan administrasi kecamatan di Kota Salatiga.
Kota Salatiga memiliki 4 kecamatan antara lain Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Tingkir, Kecamatan Sidomukti, dan Kecamatan Argomulyo. Berikut ini merupakan potensi wilayah pembangunan Constructed Wetland di setiap kecamatan.
- Kecamatan Sidorejo
Berdasarkan fitur SINI MAPID, Kecamatan Sidorejo memiliki jumlah penduduk mencapai 54.488 jiwa dan luas kecamatan mencapai 1.472 hektar. Sementara itu, luas wilayah potensial di kecamatan ini adalah 17 hektar. Dengan kata lain, setiap 1 hektar Constructed Wetland dibebani air limbah dari 3.206 individu.
- Kecamatan Tingkir
Berdasarkan fitur SINI MAPID, Kecamatan Tingkir memiliki jumlah penduduk mencapai 36.288 jiwa dan luas kecamatan mencapai 941 hektar. Sementara itu, luas wilayah potensial di kecamatan ini adalah 14 hektar. Dengan kata lain, setiap 1 hektar Constructed Wetland dibebani air limbah dari 2.592 individu.
- Kecamatan Sidomukti
Berdasarkan fitur SINI MAPID, Kecamatan Sidomukti memiliki jumlah penduduk mencapai 44.668 jiwa dan luas kecamatan mencapai 1.050 hektar. Sementara itu, luas wilayah potensial di kecamatan ini adalah 28 hektar. Dengan kata lain, setiap 1 hektar Constructed Wetland dibebani air limbah dari 1.596 individu.
- Kecamatan Argomulyo
Berdasarkan fitur SINI MAPID, Kecamatan Argomulyo memiliki jumlah penduduk mencapai 49.809 jiwa dan luas kecamatan mencapai 1.815 hektar. Sementara itu, luas wilayah potensial di kecamatan ini adalah 98 hektar. Dengan kata lain, setiap 1 hektar Constructed Wetland dibebani air limbah dari 509 individu.
Tinjauan Berdasarkan Wilayah Aliran Sungai
Sementara itu, gambar di bawah ini merupakan wilayah potensial pembangunan Constructed Wetland jika ditinjau berdasarkan sistem aliran sungai terdekat.
Aliran sungai terdekat dapat dijadikan sebagai sumber aliran air limbah yang akan diolah di Constructed Wetland. Berikut ini merupakan data luasan wilayah potensial pada setiap aliran sungai yang berada di Kota Salatiga.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan proyek yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
- Wilayah yang berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland di Kota Salatiga memiliki luas 152 hektar, sedangkan area yang tidak berpotensi memiliki luas 5.072 hektar.
- Kecamatan yang berpotensi dibangun Constructed Wetland dari luas potensi terbesar hingga terkecil berturut-turut adalah Kecamatan Argomulyo dengan luas wilayah potensial 98 hektar; Kecamatan Sidomukti dengan luas wilayah potensial 28 hektar; Kecamatan Sidorejo dengan luas wilayah potensial 17 hektar; dan Kecamatan Tingkir dengan luas wilayah potensial 14 hektar.
- Wilayah dekat aliran sungai yang berpotensi dibangun Constructed Wetland dari luas potensi terbesar dan terkecil berturut-turut adalah Sungai Sraten dengan luas wilayah potensial 48,4804 hektar dan Sungai Tengah dengan luas wilayah potensial 0,1974 hektar.
Saran
Proyek ini masih jauh dari kata sempurna karena tidak memperhatikan beberapa hal seperti survei lapangan mengenai tingkat pencemaran air setiap sungai serta hasil survei terhadap masyarakat mengenai wilayah yang dianggap tepat untuk pembangunan Constructed Wetland. Oleh karena itu, kami berharap hal tersebut dapat dilibatkan pada proyek atau penelitian selanjutnya.
Referensi
Jika teman-teman ingin mengetahui proyek ini lebih lanjut, silakan hubungi kami melalui e-mail berikut.
Arya Pandu Wijaya (aryapanduwijaya02@gmail.com)
Janatan Kartika (jankartika@gmail.com)