Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga

31 Juli 2022

By: Arya Pandu Wijaya

Open Data

Buffer Jaringan Jalan

Open Data

Buffer Jaringan Sungai

Open Data

Buffer Built Up Area

Open Data

Kemiringan Lereng

Open Data

Kerawanan Banjir

Open Data

Potensi CW Berdasarkan Kecamatan

Open Data

Potensi CW Berdasarkan Sungai

Open Data

Potensi Constructed Wetland

Open Project

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Latar Belakang

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi serta peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai sektor kehidupan menimbulkan berbagai masalah di wilayah perkotaan seperti permukiman kumuh dan pencemaran air limbah. Permasalahan ini dialami hampir di seluruh kota di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 terdapat 10.683 desa/kelurahan yang mengalami pencemaran air dan paling banyak terjadi di Jawa Tengah dengan 1.310 desa/kelurahan yang terdampak. Permasalahan ini tak lain juga terjadi di Kota Salatiga, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga, sepanjang 60 kilometer atau 50 persen dari 120 kilometer aliran sungai yang mengitari Kota Salatiga saat ini dalam kondisi tercemar limbah rumah tangga dan industri. Jika permasalahan ini tidak segera ditangani, maka akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen dan peningkatan zat beracun di dalam air sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem, seperti berkurangnya populasi spesies makhluk hidup di darat maupun air serta meledaknya populasi alga. Selain itu, pencemaran air secara perlahan akan mengurangi ketersediaan air bersih serta meningkatkan wabah penyakit yang membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah solusi berkelanjutan untuk menunjang ketersediaan air bersih dengan mengelola air limbah yang menjadi sumber utama pencemaran air.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Pada dasarnya, tindakan terhadap pencemaran air dapat dilakukan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain tidak membuang sampah sembarangan; membatasi pemakaian zat kimia rumah tangga; dan penanaman pohon di bantaran sungai. Sementara itu, upaya penanggulangan dapat dilakukan seperti dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Namun, sebagian besar tindakan tersebut masih kurang efektif untuk diterapkan karena masih banyak masyarakat yang kurang peduli dengan kualitas lingkungan, serta terdapat beberapa tindakan yang membutuhkan biaya yang mahal. Di sisi lain, lahan basah buatan (Constructed Wetland) merupakan metode pengolahan air limbah yang mudah dan murah dalam perencanaan maupun pengoperasian sistem pengolahan air limbah. Lahan basah buatan (Constructed Wetland) adalah sistem pengolahan air limbah yang menggunakan proses alami yang melibatkan vegetasi lahan basah, tanah, dan kumpulan mikroba untuk meningkatkan kualitas air. Di negara-negara barat seperti Jerman dan Inggris, Constructed Wetland sudah banyak diterapkan dibandingkan dengan Indonesia yang masih tergolong sedikit penerapannya. Constructed Wetland mengeliminasi berbagai jenis polutan dan memperbaiki kualitas air dengan mengoptimalkan proses-proses fisika, kimia, dan biologi yang saling terintegrasi. Dengan sistem ini, air limbah akan mengalami proses sedimentasi, adsorpsi, dan dekomposisi oleh aktivitas mikroorganisme dan tanaman pembebas polusi, seperti Typha latifolia, Typha angustifolia, dan Phragmintes australis. Selain itu, Constructed Wetland tidak membutuhkan perawatan yang sulit karena proses pengolahan air limbah terjadi secara alami serta lebih ramah lingkungan karena mirip dengan lansekap rawa-rawa atau persawahan. Dengan adanya Constructed Wetland, diharapkan pencemaran air oleh limbah industri maupun rumah tangga dapat ditekan dan diatasi sehingga menjadi modal besar untuk pembangunan kota dan komunitas berkelanjutan (Sustainable Cities and Communities). Kehidupan kota yang berkelanjutan merupakan tujuan nomor 11 dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tahun 2030 yang disepakati oleh PBB pada tahun 2015. Oleh karena itu, proyek ini dilakukan untuk mengetahui wilayah yang berpotensi untuk pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga melalui pendekatan spasial.

Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dan manfaat dari proyek ini adalah sebagai berikut.

  1. 1.
    Untuk mengetahui wilayah yang berpotensi dan tidak berpotensi untuk pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga.
  1. 2.
    Sebagai referensi pemangku kebijakan dalam penanganan pencemaran air sehingga tercapai pembangunan kota dan komunitas yang berkelanjutan.

Metode

Berdasarkan buku panduan yang berjudul A Handbook of Constructed Wetland, penentuan lokasi potensial pembangunan Constructed Wetland perlu memperhatikan beberapa kriteria, antara lain.

  1. 1.
    Constructed Wetland dapat dibangun pada beragam kondisi kemiringan wilayah, tetapi pembangunan Constructed Wetland pada wilayah datar memiliki keunggulan dibandingkan wilayah miring karena pembangunan dan perawatan Constructed Wetland akan lebih mudah dan efisien. Berdasarkan kriteria ini, maka Constructed Wetland efektif dibangun pada kemiringan lereng antara 0 - 8% (datar).
  1. 2.
    Constructed Wetland akan mengolah air limbah yang mengalir dari sungai atau irigasi sehingga akan lebih efisien jika berlokasi di dekatnya. Berdasarkan kriteria ini, maka wilayah yang cocok selanjutnya adalah wilayah dalam radius 100 meter dari sungai atau irigasi.
  1. 3.
    Proses pengolahan air limbah pada Constructed Wetland dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, bahkan penyebaran penyakit sehingga akan lebih baik jika dibangun pada wilayah bukan terbangun dengan jarak tertentu. Berdasarkan kriteria ini, maka wilayah yang cocok selanjutnya adalah wilayah radius minimal 50 meter dari permukiman dan jalur transportasi.
  1. 4.
    Pembangunan Constructed Wetland akan lebih baik dibangun pada wilayah yang relatif aman dari banjir (tingkat kerawanan banjir rendah-sedang) karena terjadinya banjir akan meluapkan air limbah sehingga dapat menyebabkan pencemaran ke wilayah lain serta membahayakan kesehatan manusia.

Untuk menunjang kesesuaian hasil dengan kriteria di atas, berikut ini merupakan alat, data, dan teknik pengolahan yang dibutuhkan.

Alat dan Data

Alat yang digunakan untuk pengerjaan proyek ini antara lain.

  1. 1.
    Software ArcMap 10.8
  1. 2.
    Software Quantum GIS 3.24.0
  1. 3.
    Platform GeoMAPID 2.187

Sementara itu, data yang dibutuhkan pada proyek ini antara lain.

  1. 1.
    Shapefile Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 (Badan Informasi Geospasial)
  1. 2.
    Data Curah Hujan Tahunan Juni 2020 – Juni 2022 (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
  1. 3.
    DEMNAS (Badan Informasi Geospasial)
  1. 4.
    Shapefile Jenis Tanah (Kementerian Pertanian)
  1. 5.
    Citra Satelit Landsat 9 Path 120 dan Row 065 tanggal akuisisi 24 Mei 2022 (USGS)

Teknik Pengolahan

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah penentuan tingkat kerawanan banjir di Kota Salatiga menggunakan teknik Weighted OvWeighted Overlay parameter kemiringan lereng, ketinggian, jenis tanah, buffer sungai, curah hujan, dan tutupan lahan. Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan bobot pada masing-masing parameter seperti pada tabel berikut.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Sementara itu, penentuan lokasi potensial Constructed Wetland dilakukan dengan teknik Intersection pada parameter buf Intersection an sungai (100m dan >100m), buffer jaringan jalan (50m dan >50m), buffer built up area (50m dan >50m), dan kerawanan banjir. Setelah itu, hasil intersection tersebut dapat diklasifikasikan tingkat potensialnya berdasarkan kriteria penentuan lokasi pembangunan Constructed Wetland, seperti pada tabel berikut.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Jika gambar di atas kurang jelas, diagram alir dapat diakses pada link berikut.

Diagram Alir Potensi CW

Hasil dan Pembahasan

1. BuffBuffer Built Up Area

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Gambar di atas merupakan hasil klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) pada citra satelit Landsat 9 dengan menggunakan metode Support Vector Machines. Klasifikasi terbagi menjadi 2 kelas tutupan lahan makro yaitu wilayah terbangun (built up) ditunjukkan dengan warna merah dan non-terbangun ditunjukkan dengan warna hijau. Selain itu, hasil klasifikasi ini memiliki confusion matrix seperti pada tabel di bawah ini.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Berdasarkan hasil klasifikasi ini, wilayah terbangun (built up) memiliki luas 2.713 hektar, sedangkan non-terbangun memiliki luas 2.566 hektar.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Sementara itu, gambar di atas merupakan hasil buffering wilayah terbangun dengan radius 50 meter (warna merah) dan >50 meter (warna hijau). Hasil buffering wilayah terbangun dengan radius 50 meter memiliki luas 4.304 hektar serta tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena sangat dekat dengan wilayah aktivitas manusia. Sementara itu, hasil buffering area terbangun dengan radius >50 meter memiliki luas 974 hektar serta berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif jauh dari wilayah aktivitas manusia.

2. BuffBufferringan Sungai

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Gambar di atas merupakan hasil buffering jaringan sungai dengan radius 100 meter (warna hijau) dan >100 meter (warna merah). Hasil buffering sungai dengan radius 100 meter memiliki luas 1.545 hektar serta berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif dekat dengan sumber aliran air yang akan diolah air limbahnya. Sementara itu, hasil buffering sungai dengan radius >100 meter memiliki luas 3.734 hektar serta tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif jauh dari sumber air sehingga sulit diterapkan.

3. BuffBufferingan Jalan

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Gambar di atas merupakan hasil buffering jaringan jalan dengan radius 50 meter (warna merah) dan >50 meter (warna hijau). Hasil buffering jalan dengan radius 50 meter memiliki luas 3.372 hektar serta tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif dekat dengan aktivitas transportasi manusia. Sementara itu, hasil buffering jalan dengan radius > 50 meter memiliki luas 1.906 hektar serta berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena relatif jauh dari aktivitas transportasi sehingga tidak mengganggu manusia dengan bau tidak sedap dari proses pengolahan Constructed Wetland.

4. Kerawanan Banjir

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Gambar di atas merupakan tingkat kerawanan banjir di Kota Salatiga yang dibagi menjadi 3 kelas yaitu rendah (warna hijau), sedang (warna kuning), dan tinggi (warna merah). Wilayah dengan kerawanan banjir rendah dan sedang memiliki luas berturut-turut 451 hektar dan 4.020 hektar yang berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland. Hal ini dikarenakan untuk menghindari luapan air limbah akibat tergenang oleh air banjir. Sementara itu, wilayah dengan kerawanan banjir tinggi memiliki luas 766 hektar serta tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland.

5. Kemiringan Lereng

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Gambar di atas merupakan kondisi kemiringan lereng di Kota Salatiga yang berkisar antara 0% hingga 26% serta dibagi menjadi 4 kelas yaitu datar (0-8%) dengan warna hijau tua, landai (8-15%) dengan warna hijau muda, agak curam (15-25%) dengan warna kuning, dan curam (>25%) dengan warna merah. Wilayah dengan kemiringan lereng landai, agak curam, dan curam memiliki luas berturut-turut 856 hektar, 79 hektar, dan 0,1 hektar. Wilayah ini tidak berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland karena air mengalir sesuai dengan kemiringan lereng sehingga jika dibangun pada area ini maka akan menambah biaya dan ketidakefisiensi pembangunan dan pengoperasian. Sementara itu, wilayah datar dengan luas 4.313 hektar memiliki potensi untuk dibangun Constructed Wetland karena lebih murah dan mudah dalam pembangunan dan pengoperasiannya.

6. Potensi Wilayah Pembangunan ConsConstructed Wetland

Dengan melakukan intersection pada 5 parameter sebelumnya, berikut ini merupakan potensi pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Berdasarkan gambar di atas, potensi pembangunan Constructed Wetland di Kota Salatiga dibagi menjadi 2 kelas yaitu Cocok (warna merah) dan Tidak Cocok (warna hijau). Area yang cocok untuk pembangunan Constructed Wetland memiliki luas 152 hektar, sedangkan area yang tidak cocok memiliki luas 5.072 hektar.

Tinjauan Berdasarkan Wilayah Administrasi Kecamatan

Sementara itu, di bawah ini merupakan wilayah potensial jika ditinjau berdasarkan administrasi kecamatan di Kota Salatiga.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Kota Salatiga memiliki 4 kecamatan antara lain Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Tingkir, Kecamatan Sidomukti, dan Kecamatan Argomulyo. Berikut ini merupakan potensi wilayah pembangunan Constructed Wetland di setiap kecamatan.

  • Kecamatan Sidorejo

Berdasarkan fitur SINI MAPID, Kecamatan Sidorejo memiliki jumlah penduduk mencapai 54.488 jiwa dan luas kecamatan mencapai 1.472 hektar. Sementara itu, luas wilayah potensial di kecamatan ini adalah 17 hektar. Dengan kata lain, setiap 1 hektar Constructed Wetland dibebani air limbah dari 3.206 individu.

  • Kecamatan Tingkir

Berdasarkan fitur SINI MAPID, Kecamatan Tingkir memiliki jumlah penduduk mencapai 36.288 jiwa dan luas kecamatan mencapai 941 hektar. Sementara itu, luas wilayah potensial di kecamatan ini adalah 14 hektar. Dengan kata lain, setiap 1 hektar Constructed Wetland dibebani air limbah dari 2.592 individu.

  • Kecamatan Sidomukti

Berdasarkan fitur SINI MAPID, Kecamatan Sidomukti memiliki jumlah penduduk mencapai 44.668 jiwa dan luas kecamatan mencapai 1.050 hektar. Sementara itu, luas wilayah potensial di kecamatan ini adalah 28 hektar. Dengan kata lain, setiap 1 hektar Constructed Wetland dibebani air limbah dari 1.596 individu.

  • Kecamatan Argomulyo

Berdasarkan fitur SINI MAPID, Kecamatan Argomulyo memiliki jumlah penduduk mencapai 49.809 jiwa dan luas kecamatan mencapai 1.815 hektar. Sementara itu, luas wilayah potensial di kecamatan ini adalah 98 hektar. Dengan kata lain, setiap 1 hektar Constructed Wetland dibebani air limbah dari 509 individu.

Tinjauan Berdasarkan Wilayah Aliran Sungai

Sementara itu, gambar di bawah ini merupakan wilayah potensial pembangunan Constructed Wetland jika ditinjau berdasarkan sistem aliran sungai terdekat.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Aliran sungai terdekat dapat dijadikan sebagai sumber aliran air limbah yang akan diolah di Constructed Wetland. Berikut ini merupakan data luasan wilayah potensial pada setiap aliran sungai yang berada di Kota Salatiga.

Analisis Potensi Wilayah Pembangunan Constructed Wetland di
Kota Salatiga

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan proyek yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

  • Wilayah yang berpotensi untuk dibangun Constructed Wetland di Kota Salatiga memiliki luas 152 hektar, sedangkan area yang tidak berpotensi memiliki luas 5.072 hektar.
  • Kecamatan yang berpotensi dibangun Constructed Wetland dari luas potensi terbesar hingga terkecil berturut-turut adalah Kecamatan Argomulyo dengan luas wilayah potensial 98 hektar; Kecamatan Sidomukti dengan luas wilayah potensial 28 hektar; Kecamatan Sidorejo dengan luas wilayah potensial 17 hektar; dan Kecamatan Tingkir dengan luas wilayah potensial 14 hektar.
  • Wilayah dekat aliran sungai yang berpotensi dibangun Constructed Wetland dari luas potensi terbesar dan terkecil berturut-turut adalah Sungai Sraten dengan luas wilayah potensial 48,4804 hektar dan Sungai Tengah dengan luas wilayah potensial 0,1974 hektar.

Saran

Proyek ini masih jauh dari kata sempurna karena tidak memperhatikan beberapa hal seperti survei lapangan mengenai tingkat pencemaran air setiap sungai serta hasil survei terhadap masyarakat mengenai wilayah yang dianggap tepat untuk pembangunan Constructed Wetland. Oleh karena itu, kami berharap hal tersebut dapat dilibatkan pada proyek atau penelitian selanjutnya.

Referensi

Adi Buldan Rayaganda Rito, B. (2017). Pemanfaatan Constructed Wetland Sebagai Bagian dari Rancangan Lansekap Ruang Publik yang Berwawasan Ekologis Studi Kasus Houtan Park China. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 9 Nomor 1, 46-59.
Bastian, R., Boyd, W., & dkk. (n.d.). A Handbook of Constructed Wetland. Washington DC: U.S. Goverment Printing Office.
BRIN. (2022). Constructed Wetland Solusi Pemulihan Kerusakan Lingkungan. Retrieved from BRIN: https://www.brin.go.id/constructed-wetland-solusi-pemulihan-kerusakan-lingkungan/
Isri Ronald Mangangka. (2018). Studi Pemanfaatan 'Constructed Wetland' (Rawa Buatan) Sebagai Komponen Eko-Drainase Sesuai Sifat-Sifat Hujan Di Wilayah Manado. Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.1, 35-46.
Kusumo, P., & Nursari, E. (2016). Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Sistem Informasi Geografis pada DAS Cidurian Kab. Serang, Banten. Jurnal String Vol. 1 No. 1, 29-38.
UN-HABITAT, 2008. Constructed Wetlands Manual. UN-HABITAT Water for Asian Cities Programme Nepal, Kathmandu: United Nations Human Settlements.

Jika teman-teman ingin mengetahui proyek ini lebih lanjut, silakan hubungi kami melalui e-mail berikut.

Arya Pandu Wijaya (aryapanduwijaya02@gmail.com)

Janatan Kartika (jankartika@gmail.com)

Data Publikasi

Analisis Lokasi Potensial Pengembangan Usaha Mie Ayam di Kota Yogyakarta

Makanan dan Minuman

31 Jul 2025

Muhammad Dwi Arfian

Analisis Lokasi Potensial Pengembangan Usaha Mie Ayam di Kota Yogyakarta

Eksplorasi persebaran titik eksisting tempat makan mie ayam dan melihat potensi peluang baru di tengah-tengah persaingan. Artikel ini menyajikan gambaran dan penjelasan singkat terkait bagaimana persebaran dan kepadatan titik eksisting tempat makan mie ayam di Kota Yogyakarta. Selain itu, juga melihat potensi peluang lokasi baru untuk pengembangan usaha mie ayam. Fitur INSIGHT dari GEO MAPID digunakan dalam proses analisis dalam artikel ini.

11 menit baca

47 dilihat

Evaluasi Spasial Pangkalan Gas LPG 3 kg: Analisis Ketersediaan, Jangkauan, dan Potensi Pengembangan di Kecamatan Minggir, Sleman

Rantai Pasokan

30 Jul 2025

Fabiola Larasati

Evaluasi Spasial Pangkalan Gas LPG 3 kg: Analisis Ketersediaan, Jangkauan, dan Potensi Pengembangan di Kecamatan Minggir, Sleman

Penelitian ini mengevaluasi jaringan pangkalan LPG 3 kg di Kecamatan Minggir, wilayah dengan jumlah pangkalan paling sedikit di Kabupaten Sleman. Melalui analisis spasial, dihitung rasio ketersediaan pangkalan per penduduk dan dipetakan jangkauan pelayanan efektifnya. Hasilnya mengidentifikasi "area kosong" (blank spot) yang belum terlayani sehingga dapat menjadi panduan strategis untuk pengembangan pangkalan baru demi distribusi energi yang lebih merata.

25 menit baca

103 dilihat

9 Data

1 Proyek

Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Coffee Shop Baru di Kota Bandung

Makanan dan Minuman

30 Jul 2025

Praba Syura

Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Coffee Shop Baru di Kota Bandung

Eksplorasi potensi pengembangan coffee shop baru di Kota Bandung dengan analisis spasial menggunakan GeoMAPID, mengintegrasikan data penduduk dan aktivitas malam hari.

17 menit baca

127 dilihat

1 Proyek

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menggunakan Moda Transportasi Umum di Kota Makassar: Pendekatan Spasial terhadap Aksesibilitas Pendidikan

Transportasi

30 Jul 2025

Muhammad Dwi Apriansyah As

Analisis Keterjangkauan Sekolah Menggunakan Moda Transportasi Umum di Kota Makassar: Pendekatan Spasial terhadap Aksesibilitas Pendidikan

Kemacetan dan keterbatasan akses transportasi umum menjadi tantangan utama dalam mendukung aksesibilitas pendidikan di wilayah urban seperti Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterjangkauan fasilitas pendidikan menggunakan moda transportasi umum, khususnya Bus Rapid Transit (BRT) Trans Mamminasata dan angkutan kota pete-pete, dengan pendekatan spasial menggunakan metode isokron 15 menit berjalan kaki. Data yang digunakan mencakup sebaran sekolah, halte, rute transportasi umum, dan data demografi yang diolah secara spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 704 sekolah di Kota Makassar, sebanyak 608 sekolah (86,36%) telah terjangkau oleh transportasi umum dalam waktu tempuh 15 menit berjalan kaki. Selain itu, sekitar 84,29% penduduk Kota Makassar berada dalam jangkauan layanan transportasi umum. Namun, masih terdapat 10 kelurahan dengan keterjangkauan di bawah 50%, serta sebaran sekolah yang belum terlayani terutama di wilayah timur dan timur laut kota. Penelitian ini memberikan rekomendasi lokasi prioritas untuk pengembangan transportasi umum guna mendukung pemerataan akses pendidikan dan mewujudkan konsep Kota 15 Menit yang inklusif dan berkelanjutan.

15 menit baca

100 dilihat

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat
  • mapid-ai-maskot