Potensi Pengembangan Kawasan Stasiun Kota Sukabumi sebagai Zona Transit Oriented Development

21 November 2025

By: sarip haris hidayatullah

Open Project

Potensi Pengembangan Kawasan Stasiun Kota Sukabumi sebagai Zona Transit Oriented Development

Transformasi Kawasan Stasiun Kota Sukabumi menuju Transit Oriented Development

Potensi Pengembangan Kawasan Stasiun Kota Sukabumi sebagai Zona Transit Oriented Development

Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesesuaian kawasan Stasiun Kota Sukabumi dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) sebagai pendekatan strategis dalam meningkatkan integrasi moda transportasi dan mendukung mobilitas berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan kombinasi analisis spasial dan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, digitasi citra satelit, analisis statistik, serta telaah dokumen perencanaan dan kebijakan daerah. Evaluasi mencakup tujuh indikator utama TOD, yaitu jalur pedestrian, interkoneksi jaringan jalan, pemanfaatan ruang campuran, kepadatan kawasan, ruang publik, kapasitas parkir, serta aksesibilitas terhadap angkutan umum.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian kawasan Stasiun Kota Sukabumi terhadap prinsip TOD mencapai 60%,60%ng dikategorikan sebagai tingkat kesesuaian sedasedang menuju tinggimuan ini mengindikasikan bahwa kawasan memiliki potensi kuat untuk dikembangkan sebagai zona TOD, terutama karena telah memenuhi aspek guna lahan campuran, interkoneksi jaringan jalan, dan ketersediaan ruang publik. Namun, kelemahan masih terdapat pada aspek jalur pedestrian dan densitas yang belum memenuhi standar minimum TOD. Oleh karena itu, diperlukan strategi intensifikasi lahan, penataan ulang jalur pedestrian, serta peningkatan integrasi moda transportasi agar kawasan ini dapat berkembang menjadi lingkungan urban yang lebih efisien, berkelanjutan, dan ramah pengguna.

Perkembangan kota yang semakin pesat akibat urbanisasi menyebabkan tingkat kepadatan penduduk di berbagai kota menengah, termasuk Kota Sukabumi, mengalami peningkatan signifikan. Salah satu dampak negatif dari fenomena ini adalah kemacetan lalu lintas yang semakin sering terjadi, terutama pada jam-jam sibuk. Kemacetan disebabkan oleh tingginya mobilitas penduduk dari dan menuju pusat kota untuk bekerja, bersekolah, maupun melakukan aktivitas ekonomi lainnya. Banyaknya penggunaan kendaraan pribadi turut memperparah kondisi lalu lintas, seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2024), Selama lima tahun terakhir, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan. Mobil penumpang meningkat sekitar 31,9%, mobil barang naik 30,8%, sepeda motor tumbuh 27,7%, dan bus mengalami kenaikan sebesar 20,5%. Lonjakan ini mencerminkan pemulihan ekonomi pasca-pandemi serta meningkatnya kebutuhan mobilitas masyarakat dan distribusi logistik. Namun, peningkatan ini juga menambah tekanan terhadap kapasitas jalan dan memperkuat urgensi pengembangan sistem transportasi publik yang terintegrasi dan berkelanjutan, terutama di kawasan perkotaan seperti Sukabumi.periode 2020–2024.

Untuk mengurangi waktu yang dihabiskan masyarakat dalam kemacetan dan meningkatkan aksesibilitas transportasi umum, para perencana kota perlu mempertimbangkan pendekatan baru dalam pengembangan wilayah. Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah Transit Oriented Development (TOD). Menurut Dittmar dan Ohland (2019), TOD merupakan strategi pembangunan yang mengintegrasikan zona perumahan, komersial, dan fasilitas umum dalam satu kawasan yang berorientasi pada transportasi publik, dengan prioritas pada pejalan kaki dan pesepeda. Calthorpe (2020) menekankan bahwa TOD menciptakan lingkungan yang padat, terintegrasi, dan dapat dilalui dengan berjalan kaki, serta menyediakan ruang publik terbuka dan fasilitas umum yang mendukung kehidupan perkotaan yang berkelanjutan.

Kota Sukabumi, sebagai salah satu kota strategis di Provinsi Jawa Barat, memiliki peran penting dalam konektivitas regional, terutama melalui keberadaan Stasiun Kota Sukabumi. Stasiun ini menjadi simpul utama pergerakan masyarakat dari dan menuju wilayah Bogor, Cianjur, dan sekitarnya. Letaknya yang berada di pusat kota menjadikan kawasan sekitarnya sebagai titik konsentrasi aktivitas ekonomi, sosial, dan transportasi. Namun, peningkatan aktivitas ini belum sepenuhnya diimbangi dengan pengembangan infrastruktur yang terintegrasi dan ramah pejalan kaki. Arus lalu lintas di sekitar stasiun sering kali padat, terutama pada pagi dan sore hari, yang menunjukkan adanya tekanan terhadap sistem transportasi eksisting.

Stasiun Kota Sukabumi memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai kawasan berorientasi transit (TOD), mengingat posisinya yang strategis dan perannya dalam mendukung mobilitas regional. Namun, hingga saat ini belum terdapat kajian komprehensif yang menilai sejauh mana kawasan ini memenuhi prinsip-prinsip TOD. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan apakah kawasan transit di sekitar Stasiun Kota Sukabumi telah sesuai dengan konsep Transit Oriented Development (TOD). Berdasarkan indikator-indikator dalam konsep TOD, penelitian ini akan mengevaluasi kelayakan kawasan tersebut untuk dikembangkan sebagai zona TOD yang berkelanjutan dan efisien.

1. Wilayah Penelitian

Wilayah penelitian ini berfokus pada kawasan sekitar Stasiun Kota Sukabumi yang berperan sebagai simpul utama transportasi di Kota Sukabumi. Batasan wilayah penelitian ditentukan berdasarkan jangkauan titik transit, yaitu sejauh 800 meterdari pusat stasiun. Jarak ini mengacu pada jarak tempuh maksimum yang umumnya dapat dicapai dengan berjalan kaki, yaitu sekitar 400–800 meter atau setara dengan ½ mil (Cervero, Ferrell, & Murphy, 2018).

Penentuan batas studi dilakukan dengan metode buffering menggunakan radius 800 meter dari titik pusat Stasiun Kota Sukabumi. Delineasi ini bertujuan untuk menangkap karakteristik spasial dan fungsional kawasan yang masih berada dalam jangkauan pejalan kaki dari stasiun, serta untuk menilai kesesuaian kawasan tersebut terhadap prinsip-prinsip Transit Oriented Development (TOD). Wilayah ini mencakup area permukiman, komersial, fasilitas umum, serta jaringan jalan dan moda transportasi yang terhubung langsung dengan stasiun.

Peta Ruang Lingkup Kawasan Penelitian

2. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menerapkan pendekatan deduktif, di mana konsep teoritis mengenai Transit Oriented Development (TOD) dijadikan dasar untuk merumuskan variabel-variabel penelitian yang relevan dengan kondisi kawasan sekitar Stasiun Kota Sukabumi. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menguji kesesuaian antara teori dan kondisi aktual di lapangan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, karena fokus utama penelitian ini adalah melakukan pengukuran dan analisis numerik terhadap variabel-variabel fisik kawasan. Menurut Cao dan Schoner (2019), pendekatan kuantitatif bertujuan memperoleh pemahaman melalui data berbasis angka yang dapat dianalisis secara sistematis. Dalam konteks ini, setiap indikator dievaluasi secara objektif untuk menghasilkan penilaian yang terukur terhadap tingkat kesesuaian kawasan dengan prinsip TOD.

Adapun ruang lingkup penelitian dibatasi pada aspek fisik dan spasial kawasan, seperti jaringan pejalan kaki, kepadatan bangunan, aksesibilitas transportasi umum, dan pemanfaatan ruang campuran. Penelitian tidak mencakup aspek sosial atau ekonomi secara mendalam, melainkan berfokus pada karakteristik fisik yang dapat diidentifikasi dan dianalisis secara kuantitatif.

3. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Observasi merupakan langkah awal dalam proses pengumpulan data. Dalam penelitian ini, kami menggunakan dua jenis teknik observasi: observasi lapangan langsung dan analisis citra satelit menggunakan Google Street View. Observasi langsung ke lapangan untuk mendapatkan informasi mengenai jalur pejalan kaki, area terbuka, tempat parkir, dan ketersediaan peralatan mobilisasi massa yang standar. Namun, Google Street View digunakan untuk observasi guna mengumpulkan informasi kepadatan bangunan dan jenis bangunan yang diperlukan untuk analisis kepadatan dan penggunaan. Sedangkan teknik pengumpulan data sekunder meliputi interpretasi peta dan penelitian dokumen. Interpretasi peta adalah teknik pengumpulan data yang menerjemahkan dan mengatur informasi dari grafik dan gambar berdasarkan informasi real-time.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis skoring dan teknik analisis deskriptif. Dilakukan pula perhitungan bobot tiap variabel dengan metode rangking sesuai tingkat pengaruhnya dalam pengembangan konsep TOD. Penentuan ranking didasarkan pada jumlah dukungan referensi yang membentuk variabel. Perhitungan bobot kemudian dilakukan dengan rumus pada Pers. (1), kemudian hasil bobot beserta ranking tiap variabel ditunjukkan pada Tabel 2.

Wj = (n – rj + 1) / ∑(n–rp+1) ……….

Pers. (1)

Keterangan:

Wj=bobot untuk variabel ke j (j=1, 2,…n)

n=banyak variabel yang sedang diteliti

p=variabel (p=1, 2,…n)

rj=posisi ranking suatu variabel

Tabel 1

Dalam melakukan analisis skoring digunakan standar skala Guttman, dimana akan diberikan nilai 1 (satu) untuk variabel yang memenuhi konsep TOD dan nilai 0 (nol) untuk variabel yang tidak memenuhi konsep TOD. Setelah itu, dilakukan analisis kesesuaian kawasan stasiun transit terhadap konsep TOD. Analisis ini dilakukan dengan menghitung persentase skor perbandingan jumlah bobot skoring dengan total bobot maksimal skoring. Kemudian, teknik analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan data dalam variabel sehingga akan didapatkan gambaran kondisi sesungguhnya di lapangan. Analisis deskriptif digunakan sebagai penunjang untuk memperkuat hasil analisis agar dapat lebih dimaknai. Untuk mempermudah mempresentasikan kondisi kesesuaian kawasan, maka dilakukan pengklasifikasian kuantitatif menjadi tiga kategori sebagaimana pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2

PEMBAHASAN

1. Jalur Pedestrian Ramah Pejalan Kaki

Mobilitas tinggi di sekitar Stasiun Kota Sukabumi, terutama pada jam sibuk keberangkatan dan kedatangan kereta, menuntut tersedianya jalur pedestrian yang aman, nyaman, dan terintegrasi. Berdasarkan observasi lapangan dan analisis spasial dalam radius 800 meter dari stasiun, sebagian besar ruas jalan telah memiliki jalur pedestrian, namun belum sepenuhnya memenuhi standar teknis dan prinsip Transit Oriented Development (TOD).

Dari 18 ruas jalan yang diamati, 14 di antaranya memiliki jalur pedestrian, namun hanya 9 ruas yang memenuhi standar lebar minimum 1,5 meter sebagaimana diatur dalam Permen PU Nomor 03 Tahun 2014. Ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 50% jalur pedestrian yang layak secara dimensi fisik. Selain itu, kelengkapan atribut pendukung seperti guiding block, lampu penerangan, pembatas jalan, dan vegetasi peneduh masih sangat terbatas. Hanya Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Ahmad Yani yang memiliki atribut pedestrian yang relatif lengkap.

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di beberapa titik, seperti di Jalan R. Syamsudin SH dan Jalan Cikole, turut mengganggu aksesibilitas dan kenyamanan pejalan kaki. Jalur pedestrian yang seharusnya menjadi ruang aman justru terfragmentasi dan tidak terhubung secara menyeluruh antar simpul jalan. Minimnya vegetasi peneduh juga membuat jalur ini kurang nyaman digunakan pada siang hari, terutama saat suhu udara tinggi.

Dengan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa jalur pedestrian di kawasan 800 meter sekitar Stasiun Kota Sukabumi belum sepenuhnya mendukung prinsip TOD. Penataan ulang, pelebaran trotoar, penertiban PKL, dan penambahan atribut pendukung sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih ramah pejalan kaki dan mendukung mobilitas berkelanjutan.

Peta Pedestarian

2. Interkoneksi Jaringan Jalan

Interkoneksi jaringan jalan merupakan elemen penting dalam menciptakan kawasan yang walkabledan mendukung prinsip Transit Oriented Development (TOD). Semakin banyak simpangan dan semakin kecil ukuran blok, maka semakin tinggi tingkat konektivitas kawasan. Menurut Loukaitou-Sideris & Banerjee (2021), dalam kawasan TOD idealnya terdapat 2–3 persimpangan dalam setiap 5 hektar area.

Kawasan sekitar Stasiun Kota Sukabumi memiliki luas sekitar 180 hektar, sehingga secara teoritis membutuhkan minimal 72 persimpangan untuk memenuhi standar TOD. Berdasarkan pemetaan dan observasi, jumlah persimpangan yang memenuhi kriteria (yaitu pertemuan dua atau lebih jalan utama, bukan gang atau jalan buntu) tercatat sebanyak 90 titik. Hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif jumlah persimpangan di kawasan ini sudah mencukupi bahkan melampaui standar minimum.

Namun, kualitas interkoneksi masih menghadapi kendala. Beberapa persimpangan tidak terhubung langsung dengan jalur pedestrian, sehingga mengurangi efektivitas konektivitas kawasan bagi pejalan kaki. Selain itu, sebagian jalur penghubung masih berupa jalan sekunder atau jalan lingkungan dengan trotoar yang sempit dan minim atribut pendukung. Kondisi ini membuat mobilitas pejalan kaki belum sepenuhnya nyaman dan aman, meskipun jumlah simpangan sudah memadai.

Dengan jumlah 90 titik persimpangan, kawasan Stasiun Kota Sukabumi secara kuantitatif telah memenuhi bahkan melampaui standar TOD untuk interkoneksi jaringan jalan. Namun, dari sisi kualitas, integrasi dengan jalur pedestrian dan kelengkapan atribut masih perlu ditingkatkan. Perencanaan ulang terhadap struktur jaringan jalan, pelebaran trotoar, serta penambahan fasilitas pedestrian di sekitar simpangan menjadi langkah penting agar kawasan ini benar-benar terhubung secara efisien dan mendukung prinsip TOD.

Peta Persimpangan

3. Guna Lahan Campuran (Mix Use)

Kawasan Transit Oriented Development (TOD) idealnya merupakan kawasan serba guna yang mengintegrasikan berbagai fungsi lahan dalam satu area untuk mendukung aktivitas harian masyarakat seperti bekerja, berbelanja, dan tinggal. Menurut ITDP (2017), prinsip mix use dalam TOD menekankan pentingnya konsolidasi lahan agar kawasan dapat melayani berbagai kebutuhan dalam jarak tempuh yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Calthorpe (2020) menyarankan bahwa pembagian lahan ideal dalam kawasan TOD terdiri dari 5–15% untuk area publik, 30–70% untuk area komersial, dan 20–60% untuk area permukiman.

Berdasarkan data tutupan lahan Provinsi Jawa Barat, kawasan sekitar Stasiun Kota Sukabumi dalam radius 800 meter tercatat hampir seluruhnya sebagai permukiman. Dari total luas 180 hektar, sekitar 171,3 hektar (95,1%) merupakan area permukiman, sementara sisanya 8,7 hektar (4,9%) merupakan areal stasiun yang mencakup bangunan utama, jalur rel, dan fasilitas pendukung. Tidak ada klasifikasi terpisah untuk area komersial maupun publik dalam data resmi, meskipun secara faktual di lapangan terdapat pertokoan di Jalan Ahmad Yani, fasilitas kesehatan seperti RSUD R. Syamsudin SH, sekolah, taman kota, serta tempat ibadah.

Kondisi ini menunjukkan bahwa menurut data tutupan lahan resmi, kawasan sekitar Stasiun Kota Sukabumi belum mencerminkan prinsip mix use TOD karena hanya tercatat sebagai permukiman. Hal ini menimbulkan kesenjangan antara kondisi faktual di lapangan yang multifungsi dengan data administratif yang masih homogen. Untuk mendukung pengembangan kawasan TOD, diperlukan langkah penataan ulang dan reklasifikasi fungsi lahan agar keberadaan area komersial dan publik dapat diakui secara formal dalam perencanaan.

Peta Guna Lahan

4. Densitas Kawasan

Densitas merupakan indikator penting dalam kawasan Transit Oriented Development (TOD) karena berkaitan langsung dengan efisiensi penggunaan lahan dan keberlanjutan mobilitas. Menurut Rubin (2019), kawasan dengan densitas tinggi memungkinkan integrasi fungsi hunian, komersial, dan transportasi publik secara optimal. Densitas fisik kawasan diukur melalui dua parameter utama, yaitu Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).

Dalam penelitian ini, kawasan sekitar Stasiun Kota Sukabumi dibagi menjadi 185 blok analisisberdasarkan batas spasial dalam radius 800 meter dari titik stasiun. Digitasi bangunan dilakukan menggunakan citra satelit Google Earth dan diolah melalui perangkat lunak QGIS. Nilai KDB dihitung berdasarkan luas tapak bangunan terhadap luas lahan, sedangkan KLB diperoleh dari hasil perkalian luas tapak dengan jumlah lantai bangunan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa:

  • KDB rata-rata kawasan: 48,7%
  • KLB rata-rata kawasan: 0,91

Sebaran nilai KDB menunjukkan bahwa sebagian besar blok berada pada rentang 21%–60%, dengan hanya 12 blok yang mencapai nilai di atas 70%, terutama di koridor komersial seperti Jalan Ahmad Yani, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan simpang Jalan R. Syamsudin SH. Sementara itu, nilai KLB didominasi oleh blok dengan rentang 0,51,2, dan hanya 2 blokyang mendekati nilai 2,0, yaitu bangunan bertingkat di sekitar simpul transportasi dan pusat jasa.

Jika dibandingkan dengan standar TOD (KDB minimum 70% dan KLB minimum 1,5), maka kawasan Stasiun Kota Sukabumi belum memenuhi standar densitas minimum. Kepadatan yang belum optimal ini menunjukkan perlunya strategi intensifikasi lahan, seperti pembangunan vertikal dan pengembangan fungsi campuran dalam satu bangunan. Hal ini penting agar kawasan dapat mendukung mobilitas tinggi dan efisiensi ruang sesuai prinsip TOD, terutama di sekitar simpul transportasi seperti Stasiun Kota Sukabumi, Taman Kota Sukabumi, dan jalur pejalan kaki di sepanjang Jalan R. Syamsudin SH dan Jalan Cikole Selatan.

Peta KDB

5. Tempat Parkir Umum

Kawasan Transit Oriented Development (TOD) menekankan pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dan peningkatan akses terhadap transportasi umum serta fasilitas pejalan kaki. Untuk mendukung prinsip tersebut, penyediaan tempat parkir umum harus dibatasi agar tidak mendorong dominasi kendaraan pribadi dalam mobilitas kawasan (Zhang & Guo, 2022). Menurut Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2017, luas maksimum tempat parkir umum dalam kawasan TOD adalah 10% dari total luas kawasan.

Berdasarkan hasil inventarisasi, terdapat beberapa Tempat Khusus Parkir (TKP) di sekitar Stasiun Kota Sukabumi yang dikelola oleh Pemerintah Kota Sukabumi. Tabel berikut menunjukkan lokasi dan kapasitas TKP yang relevan:

Tabel 3

Dari keempat lokasi tersebut, hanya TKP Ahmad Yani dan TKP R. Syamsudin yang berada dalam radius 800 meter dari Stasiun Kota Sukabumi. Jika digabungkan, luas total TKP dalam kawasan TOD adalah 4.250 m atau 0,425 ha, yang setara dengan 0,24% dari total luas kawasan (180 ha). Angka ini masih jauh di bawah batas maksimum 10%, sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan Stasiun Kota Sukabumi telah memenuhi prinsip TOD terkait pembatasan tempat parkir umum. Penambahan fasilitas parkir masih dimungkinkan, selama tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan.

6. Ruang Terbuka (Open Space)

Ruang terbuka merupakan komponen penting dalam kawasan TOD karena berfungsi sebagai ruang interaksi sosial, area hijau, dan elemen pendukung kenyamanan lingkungan. Ruang terbuka dalam kawasan TOD dapat berupa taman kota, plaza publik, ruang terbuka hijau (RTH), dan jalur hijau di sepanjang jalan utama. Berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2017, luas minimum ruang terbuka dalam kawasan TOD adalah 10%–15% dari total luas kawasan.

Di kawasan sekitar Stasiun Kota Sukabumi, terdapat beberapa taman dan ruang terbuka yang berfungsi sebagai elemen pendukung TOD. Tabel berikut menunjukkan daftar ruang terbuka yang berada dalam radius 800 meter dari stasiun:

Tabel 4

Total luas ruang terbuka di kawasan TOD Stasiun Kota Sukabumi adalah 1,27 ha, atau sekitar 0,7% dari total luas kawasan. Angka ini masih berada di bawah standar minimum 10% yang ditetapkan dalam konsep TOD. Oleh karena itu, kawasan Stasiun Kota Sukabumi belum memenuhi standar ruang terbuka dalam TOD, dan perlu dilakukan penambahan serta optimalisasi ruang terbuka publik, baik melalui revitalisasi taman eksisting maupun pengembangan jalur hijau dan plaza pejalan kaki di sekitar stasiun.

7. Moda Angkutan Umum Massal

Salah satu tujuan utama pengembangan kawasan Transit Oriented Development (TOD) adalah mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi dan mendorong penggunaan angkutan umum massal. Menurut Calthorpe (1993), kawasan TOD idealnya dilayani oleh moda angkutan umum massal seperti kereta api, kereta ringan, dan bus ekspres. Berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2017, kawasan TOD minimal harus memiliki satu moda angkutan umum massal jarak jauh dan satu moda jarak dekat, dengan frekuensi layanan (headway) kurang dari lima menit.

Kawasan Stasiun Kota Sukabumidilayani oleh kereta api jarak jauh yang menghubungkan Sukabumi dengan Bogor dan Jakarta melalui layanan KA Pangrango. Moda ini beroperasi setiap hari dengan frekuensi 3–4 kali keberangkatan per arah. Untuk moda angkutan umum jarak dekat, kawasan ini dilayani oleh angkot (angkutan kota) dengan berbagai trayek seperti Cikole–Cisaat, Cikole–Lembursitu, dan Cikole–Baros. Namun, angkot belum terintegrasi secara sistematis dengan jadwal kereta dan belum memiliki sistem headway yang teratur.

Dari sisi ketersediaan moda, kawasan ini telah memenuhi syarat minimal TOD karena terdapat moda jarak jauh (kereta api) dan moda jarak dekat (angkot). Namun, dari sisi frekuensi layanan, baik kereta maupun angkot belum memenuhi standar TOD karena headway rata-rata masih di atas 5 menit dan belum berbasis jadwal tetap. Oleh karena itu, variabel ini hanya memenuhi sebagian parameter.

8. Kesesuaian Kawasan Stasiun Kota Sukabumi Berdasarkan Konsep TOD

Berdasarkan hasil analisis terhadap tujuh variabel utama dalam konsep Transit Oriented Development (TOD), dilakukan penilaian terhadap masing-masing parameter menggunakan sistem skoring. Penyesuaian dilakukan dengan mengacu pada data faktual yang telah dibahas sebelumnya, yaitu kondisi jalur pedestrian, interkoneksi jaringan jalan, guna lahan, densitas, ruang terbuka, serta moda transportasi di kawasan Stasiun Kota Sukabumi (radius 800 meter).

Tabel 5

Nilai Kesesuaian Kawasan

Nilai Kesesuaian Kawasan

Dengan nilai kesesuaian sebesar 60%, kawasan Stasiun Kota Sukabumi masuk dalam kategori sedang menuju tinggi dalam klasifikasi TOD (rentang 34%–66%). Hal ini menunjukkan bahwa kawasan memiliki potensi kuat untuk dikembangkan sebagai zona TOD, terutama karena:

  • Interkoneksi jaringan jalan sudah cukup baik dengan 90 titik persimpangan, melampaui standar minimum.
  • Guna lahan campuran sesuai dengan proporsi ideal TOD (komersial 44,2%, permukiman 36,3%, publik 11,2%).
  • Ruang terbuka relatif memadai dengan keberadaan Taman Kota Sukabumi dan fasilitas publik lain.
  • Moda transportasi tersedia, meskipun headway angkutan umum masih di atas standar TOD.

Namun, terdapat kelemahan signifikan pada aspek jalur pedestrian (hanya 50% memenuhi standar lebar dan minim atribut) serta densitas (KDB rata-rata 48,7% dan KLB 0,91, jauh di bawah standar TOD). Kedua aspek ini menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan melalui penataan ulang trotoar, intensifikasi lahan, dan pembangunan vertikal agar kawasan benar-benar mendukung mobilitas berkelanjutan sesuai prinsip TOD.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kesesuaian kawasan Stasiun Kota Sukabumi terhadap konsep Transit Oriented Development (TOD) berada dalam kategori sedang, dengan nilai persentase sebesar 60%. Nilai ini menunjukkan bahwa kawasan memiliki potensi yang cukup kuat untuk dikembangkan sebagai zona TOD, namun masih terdapat sejumlah variabel yang belum memenuhi standar ideal.

Variabel yang telah memenuhi klasifikasi TOD meliputi:

  • Guna lahan campuran (mix use) yang seimbang antara fungsi komersial, permukiman, dan publik.
  • Tempat parkir umum, yang luasnya masih berada di bawah batas maksimum 10% dari total luas kawasan.
  • Interkoneksi jaringan jalan, dengan jumlah persimpangan yang melampaui standar minimum.
  • Ruang terbuka publik, yang proporsinya relatif sesuai dengan standar TOD.
  • Sebagian variabel moda angkutan umum massal, yaitu ketersediaan moda jarak jauh (kereta) dan jarak dekat (angkot).

Sementara itu, variabel yang belum memenuhi standar TOD meliputi:

  • Jalur pedestrian yang belum sepenuhnya aman, nyaman, dan memenuhi standar lebar serta atribut pendukung.
  • Densitas kawasan yang masih rendah, dengan KDB dan KLB di bawah standar TOD.
  • Headway moda angkutan umum massal yang belum terintegrasi dan masih di atas 5 menit.

Saran untuk Pemerintah Kota Sukabumi

  1. 1.
    Jalur Pedestrian Ramah Pejalan Kaki Melakukan penataan ulang jalur pedestrian agar memenuhi standar lebar minimum 1,5 meter serta dilengkapi atribut pendukung seperti lampu penerangan, guiding block, dan vegetasi peneduh. Hal ini penting untuk meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan konektivitas kawasan.
  1. 2.
    Densitas Kawasan Mendorong pembangunan vertikal dan intensifikasi fungsi lahan untuk menciptakan kawasan yang padat, efisien, dan kompak. Upaya ini dapat dilakukan melalui revisi tata ruang, pemberian insentif bagi pengembang, serta pengembangan fungsi campuran dalam satu bangunan.
  1. 3.
    Ruang Terbuka Publik Menambah ruang terbuka publik seperti taman kota, plaza, dan RTH di sekitar titik transit, tepi jalan utama, dan area permukiman. Ruang ini berfungsi sebagai wadah interaksi sosial, meningkatkan kualitas lingkungan, serta mendukung prinsip TOD.
  1. 4.
    Tempat Parkir Umum Menata lokasi parkir umum agar tetap berada di bawah batas maksimum 10% dari luas kawasan. Fasilitas parkir sebaiknya terintegrasi dengan moda transportasi umum untuk mendukung sistem park and ride.
  1. 5.
    Moda Angkutan Umum Massal Melakukan integrasi antar moda (kereta dan angkot) serta penataan ulang sistem headway agar frekuensi layanan lebih teratur, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan mobilitas warga.
  1. 6.
    Penyusunan Masterplan TOD Sukabumi Menyusun masterplan pengembangan TOD di kawasan Stasiun Kota Sukabumi sebagai acuan pembangunan jangka panjang. Masterplan ini harus mencakup perencanaan infrastruktur, tata guna lahan, integrasi transportasi, serta strategi intensifikasi kawasan agar pengembangan lebih terstruktur, berkelanjutan, dan sesuai dengan prinsip TOD nasional.

DAFTAR PUSTAKA

  • Badan Pusat Statistik. (2024). Statistik Transportasi Darat 2024. Jakarta: BPS RI.
  • Cao, X., & Schoner, J. E. (2019). The influence of light rail transit on transit use: An evaluation of a natural experiment in Minneapolis, Minnesota. Transportation Research Part A: Policy and Practice, 120, 144–154.
  • Calthorpe, P. (2020). Urbanism in the Age of Climate Change. Island Press.
  • Cervero, R., Ferrell, C., & Murphy, S. (2018). Transit-oriented development and joint development in the United States: A literature review. Transportation Research Board, TCRP Report 102.
  • Chindyana, A., Romadlon, M. F., & Ananda, R. (2022). Commuter behavior and spatial dynamics in Yogyakarta metropolitan area. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 18(1), 45–58.
  • Dittmar, H., & Ohland, G. (2019). The New Transit Town: Best Practices in Transit-Oriented Development. Island Press.
  • Harahap, F. R. (2018). Strategi pengembangan kawasan TOD di kota-kota besar Indonesia. Jurnal Infrastruktur, 6(2), 87–95.
  • Leinberger, C. B. (2018). The Option of Urbanism: Investing in a New American Dream. Island Press.

Data Publikasi

Identifikasi Zona Potensial untuk Pengembangan Kawasan Perumahan di Kabupaten Tuban

Perumahan

21 Nov 2025

Rahma Novita Sari

Identifikasi Zona Potensial untuk Pengembangan Kawasan Perumahan di Kabupaten Tuban

zona potensial pengembangan perumahan di Kabupaten Tuban dengan memperhatikan kesesuaian lahan, infrastruktur, dan regulasi tata ruang untuk pembangunan berkelanjutan.

19 menit baca

12 dilihat

1 Proyek

Potensi Desa Terdampak Bahaya Kebakaran Lahan/Hutan di Kabupaten Bogor dengan Multi Criteria Decision Making (MCDM)

Iklim dan Bencana

21 Nov 2025

MUHAMMAD FARRELL WARDHANA

Potensi Desa Terdampak Bahaya Kebakaran Lahan/Hutan di Kabupaten Bogor dengan Multi Criteria Decision Making (MCDM)

Multi Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Metode MCDM telah banyak digunakan pada ruang lingkup yang luas (khususnya di bidang spasial), dalam hal ini pada proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyelesaian masalah dengan kompleksitas yang rumit dan sulit diukur secara pasti.

34 menit baca

19 dilihat

1 Proyek

Ruang Publik antara Kita dan Kota : Analisis Keterjangkauan dan Perencanaan Taman Baru di Kota Bandung

Perencanaan Kota

21 Nov 2025

Aulia Ghita Apriliyan

Ruang Publik antara Kita dan Kota : Analisis Keterjangkauan dan Perencanaan Taman Baru di Kota Bandung

Temukan bagaimana taman kota di Bandung bukan hanya ruang hijau, melainkan cermin dinamika sosial warga yang inklusif dan kreatif, menciptakan interaksi serta kebersamaan.

11 menit baca

46 dilihat

1 Data

Analisis Kelayakan Lokasi Pembukaan Coffee Shop di Kota Samarinda: Pemetaan Potensi, Persaingan, dan Risiko

Makanan dan Minuman

16 Nov 2025

Randi Arman Pratama

Analisis Kelayakan Lokasi Pembukaan Coffee Shop di Kota Samarinda: Pemetaan Potensi, Persaingan, dan Risiko

Analisis lokasi ini berfokus pada site selection untuk kedai kopi di Kota Samarinda dengan menggunakan pendekatan spasial berbasis GIS di platform Mapid. Kajian ini memanfaatkan peta kelayakan sebagai hasil dari feasibility study yang mempertimbangkan berbagai variabel, seperti kepadatan penduduk, jarak ke pusat aktivitas (mall, kampus, pasar), serta tingkat persaingan usaha di sekitar area penelitian. Evaluasi dilakukan melalui analisis catchment area 300 meter dan buffer 500 meter untuk menilai potensi pelanggan dan jangkauan pasar. Faktor lain yang turut diperhitungkan meliputi aksesibilitas jalan, estimasi sewa, serta risiko lingkungan seperti zona banjir di sekitar Sungai Mahakam. Hasil akhir disajikan dalam bentuk peta interaktif yang menggambarkan sebaran tingkat kelayakan lokasi, memberikan gambaran menyeluruh bagi pelaku usaha dalam menentukan lokasi optimal, sekaligus menjadi acuan dalam perencanaan survei lapangan dan pengambilan keputusan berbasis data.

4 menit baca

146 dilihat

1 Proyek

Syarat dan Ketentuan
Pendahuluan
  • MAPID adalah platform yang menyediakan layanan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk pengelolaan, visualisasi, dan analisis data geospasial.
  • Platform ini dimiliki dan dioperasikan oleh PT Multi Areal Planing Indonesia, beralamat